Sabtu, 09 Januari 2010

Semaan Qur’an Gagasan KH Abdullah Umar Semarang

Sema’an Quran di Masjid Kauman Berusia 30 Tahun

Puluhan tahun yang lalu, KH Abdullah Umar, salah satu ulama besar Semarang, yang masih keturunan dari Sunan Kudus, menggagas kegiatan sema’an Quran di Masjid Kauman. Dari tahun ke tahun, jemaah yang mengikutinya semakin bertambah.

Suhu udara di Kota Semarang siang kemarin (2/9) cukup menyengat. Panas terik tentu menjadi salah satu godaan bagi umat Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. Kondisi tubuh cukup terkuras, meski beduk Magrib masih beberapa jam lagi. Namun, kondisi ini tidak menyurutkan niat ratusan warga Semarang dan sekitarnya untuk mendatangi Masjid Agung Semarang atau Masjid Kauman.

Setiap bulan Ramadan, mereka seperti ingin melepas kerinduan mendengar sema’an tafsir-tafsir Alquran yang disampaikan dalam bahasa Jawa di masjid Kauman. Abdul Wahid, sekretaris takmir Masjid Kauman menjelaskan, sema’an tafsir dalam bahasa Jawa tersebut kini dipimpin oleh KH Akhmad Naqib, penerus gagasan KH Abdullah Umar. Tak terasa, 30 tahun sudah usia kegiatan yang digelar di sela umat sedang menjalankan puasa itu.

“Kami rutin setiap tahun menyelenggarakannya. Dan jemaah yang mengikuti kini juga berasal dari luar kota,” tutur Wahid. Dalam sehari, biasanya Akhmad Naqib membaca sema’an sebanyak satu juz lebih. Sehingga seluruh isi Alquran bisa selesai ditafsirkan kurang dari sebulan atau sebelum Ramadan berlalu. Wahid tak merasa takjub dengan kehadiran umat muslim yang berbondong-bondong mendatangi Masjid Kauman setiap bulan Ramadhan untuk mendengarkan tafsir yang disampaikan Akhmad Naqib tersebut. Ia mendengar pengakuan para jemaah yang rata-rata merasakan cocok dengan tafsir yang disampaikan dalam bahasa Jawa serta mengadopsi contoh-contoh sikap ‘lelakon’ keseharian masyarakat ini. “Mereka mengaku mendapatkan pencerahan baik batin maupun pikir di tengah himpitan kondisi yang ada,” tuturnya.

Setiap ayat, jelasnya, mampu dikupas dan dijabarkan maksud dan tujuannya dengan bahasa yang lugas dan enak. Sehingga menjadikan segalanya mudah dipahami, meski untuk konteks kehidupan umat manusia terkini. Tak heran bilan jemaah sema’an Alquran di Masjid Kauman ini berasal dari golonga atau strata di masyarakat. Ada di antaranya masyarakat strata ekonomi bawah, kelompok berpendidikan, dan mereka yang ingin mendalami tafsir. “Apa yang dituturkan dalam sema’an ayat demi ayat ini?sangat luwes dan mudah diterima,” ungkapnya, Tak heran jika pengunjung tidak hanya berasal dari Kota Semarang. Tapi mereka juga datang dari daerah di sekitar Kota Semarang. Namun juga datang dari Kendal, Ungaran, Demak, Salatiga dan Grobogan.

“Mereka umumnya mengetahui kegiatan ini secara turun temurun. Ada yang dulu diajak kakek dan neneknya, atau kerabat lainnya,” imbuh Wahid. Sementara menurut pengasuh sema’an Alquran Masjid Besar Kauman,_KH Akhmad Naqib, asal mula sema’an ini merupakan kiat para ulama Semarang, yang dulu menginginkan agar kitab suci agama Islam ini tak hanya sekedar dibaca dan dihafalkan. Namun juga dipahami, dimengerti maksudnya dan diamalkan dalam kehidupan manusia di dunia. Sehingga tuntunan Allah SWT ini menjadi satu-satunya pedoman dalam bersikap. Sema’an, jelasnya, berasal dari kata semak atau menyimak. Maksudnya, peserta pengajian mendengarkan bacaan Alquran beserta tafsirnya. Dengan bantuan penutur yang bisa menerjemahkan tafsir dalam bahasa Jawa, maka maksud dan isi surat yang dibacakan tersebut akan mudah dipahami para jemaah peserta. Setiap hari, lanjut Naqib, kegiatan sema’an di masjid Besar Kauman dilaksanakan usai salat Duhur hingga menjelang salat Ashar. Yang lebih khas lagi, adalah suasana yang dibangun selama hampir tiga jam sema’an ini berlangsung.

Sebagai penutur yang Al-hafid atau hafal Alquran, KH Akhmad Naqib tidak perlu berada di atas mimbar atau tempat khusus. Namun cukup menyampaikan sambil bersila di tengah dan dikelilingi para jamaah peserta sema’an. Sehingga kegiatan ini lebih mirip suasan pendongeng yang dikelilingi ratusan pendengar. Berdasarkan catatan Masjid Kauman, kegiatan sema’an ini, telah berlangsung turun temurun sejak tahun 70 lalu. KH Akhmad Naqib yang kini menjadi pengasuh, merupakan generasi kedua, setelah KH Abdullah Umar, ulama besar Semarang penggagas kegiatan ini wafat beberapa tahun yang lalu. [Partono,JP]

www.ucapantahunbaru.blogspot.com