Kamis, 31 Desember 2009

KH. Drs. Achmad Masduqi Machfudz

KH. Drs. Achmad Masduqi Machfudz dilahirkan di desa Saripan (Syarifan) Jepara Jawa Tengah pada 1 Juli 1935. Di desa tersebut, terdapat sebuah makam kuno yang banyak dikenal orang dengan Mbah Jenggolo. Alkisah, berkat karomah dari Mbah Jenggolo ini, dulu ketika baru ada radio dan televisi, siapa saja yang membawa ke desa ini pasti gila. Penyakit gila ini baru akan sembuh kalau kedua alat elektronik dikeluarkan dari Saripan. Keadaan seperti ini masih bisa ditemui semasa Kyai Masduqi masih kecil. Namun perlahan-perlahan seiring dengan perubahan zaman, karomah ini berangsur surut hingga hilang sama sekali.
Melihat lingkungannya yang seperti itu, ditambah dengan lingkungan keluarga yang taat dan fanatik terhadap agama serta memiliki semangat juang yang tinggi untuk menegakkan kebenaran dan menyebarkan agama Allah.

Jalur Keturunan dari Ayah

Jika dilihat dari jalur keturunan Ayah ini, tidak dapat diketahui secara terperinci tetapi yang jelas seluruh keluarga beliau adalah termasuk orang-orang yang gigih berjuang dalam mensyiarkan agama Allah. Jalur keturunan ayah ini terputus hingga kakek beliau saja.
Kakek beliau ini termasuk tokoh agama yang disegani dalam lingkungan masyarakat mereka. Perjuangannya tidak hanya terhadap orang awam saja, melainkan kepada seluruh lapisan masyarakat bahkan yang jahat sekalipun. Beliau bahkan dengan gigih menaklukkan orang-orang jahat yang banyak berkeliaran saat itu. Hingga beliau mampu merubah pola tingkah laku mereka itu menjadi orang yang taat menjalankan agama Allah.
Semangat jihad, fanatik dan ketaatan menjalankan agama serta keberanian membela kebenaran ini secara terus menerus ditempa dan ditekankan oleh Kyai Machfudz, Kyai Masduqi. Maka tidak heran bila sifat-sifat tersebut sangat melekat pada diri Kyai Masduqi dalam menegakkan agama Allah.

Jalur Keturunan dari Ibu

Bila ditelusuri dari garis keturunan ibu ini dapat dilihat dari Syeikh Abdullah al Asyik Ibn Muhammad. Beliau adalah seorang Jogoboyo dari kerajaan Mataram. Al kisah salah satu keampuhan beliau adalah setiap ada mara bahaya yang akan mengancam kerajaan, beliau memukul bedug untuk mengingatkan penduduk dari cukup dari rumahnya. Suara bedug ini terdengar keseantero kerajaan Mataram. Pada makamnya yang terletak di Tayu Pati, tertulis "Makom niki dipun bangun Bagus Salman bongso jin" (makam ini dibangun Bagus Salman bangsa Jin).
Dari Syeikh Abdullah al Asyik inilah menurunkan nenek KH. Achmad Masduqi Machfudz yaitu Nyai Taslimah. Dikalangan masyarakat Nyai Taslimah sebagai seorang pewaris perjuangan Syeikh Abdullah al Asyik Ibn Muhammad, dikenal sebagai seorang penyebar agama. Ditangannya tidak sedikit orang yang diislamkan. Mereka yang asalnya belum beragama dengan baik akhirnya menjadi santri Nyai Taslimah.
Dari pernikahannya dengan Kyai Asmo Dul, Nyai Taslimah dikaruniai dua rang putri, yaitu Chafshoh dan Masfufah. Beliau juga mengangkat seorang anak angkat yang bernama Suyuti.
Putri beliau yang pertama; Chafsoh dipersunting oleh Kyai Machfudz, putra dari Bapak Arso Husein dengan Ibu Saumi. Dari pernikahan ini, keduanya dikarunia 14 putra-putri. Mereka ini adalah:
  1. Muainamah (Alm)
  2. Achmad Fahrurrazi (Alm)
  3. Khadijah (Alm)
  4. Achmad Masduqi (Malang)
  5. Sa'adah (Jepara)
  6. Achmad Said (Alm)
  7. Sofiyah (Jepara)
  8. Achmad Shohib (Alm)
  9. Achmad Zahid (Malang)
  10. Achmed Mas'udi (Jakarta)
  11. Achmad Zahri (Alm)
  12. Achmad Maskuri (Alm)
  13. Aslihah (Malang)
  14. Achmad Mujab (Jepara)
Dari keempat belas putra-putri Nyai Chafsoh ini, tujuh diantaranya meninggal dunia ketika masih kecil dan remaja. Kyai Masduqi merupakan putra keempat dan merupakan putra sulung yang hidup.

Kehidupan Keluarga KH. Achmad Masduqi Machfudz

KH. Achmad Masduqie Machfudz, terkenal seorang yang dalam kehidupan sehari-hari cukup sederhana. Corak kehidupan keluarga yang beliau bangun sama sekali jauh dari citra kemewahan. Kesederhanaan yang dicitrakan Kyai Machfudz sangat membias pada keluarga Kyai Masduqi. Terlebih sejak kecil, Kyai Masduqi sangat gigih dalam menekuni bidang keilmuan terutama ilmu agama. Salah satu prinsip hidup beliau adalah: "Kalau kita sudah meraih berbagai macam ilmu terlebih ilmu agama, maka kebahagiaan yang akan kita capai tidak saja kebahagiaan akhirat, akan tetapi kebahagiaan duniapun akan teraih.
Dari hasil pernikahannya dengan Nyai Chasinah putri dari KH. Chamzawi Umar pada 7 Juli 1957 dalam usia 22 tahun, beliau dikaruniau 9 orang anak, yaitu:
  1. Mushoddaqul Umam, S.Pd dilahirkan di Tarakan Kalimantan Timur, tanggal 21 Juli 1958. Saat ini di kediamannya di Jl. Danau Kerinci IV, E15, disamping kesibukan sehari-hari menjadi Wakil Kepala Sekolah SMU 10 dan pengajar pada MA Al Maarif Singosari, Sarjana strata satu bahasa Inggris yang pernah mondok di Pesantren Roudlotul Tolibin Rembang ini, juga merintis majlis Ta'lim untuk orang tua dan siswa SD, SMP, SMU dan Mahasiswa.
  2. Muhammad Luthfillah, SE, dilahirkan di Rembang Jawa Tengah pada tanggal 28 Oktober 1959. Sarjana Ekonomi dari UNIBRAW yang sebelumnya menempuh pendidikan di Pesantren Roudlotul Tolibin Rembang ini, saat ini menjadi pengurus PP.Pagar Nusa dan anggota DPRD Jatim dari fraksi FKB.
  3. dr. Moch. Shobachun Niam Sp.B. dilahirkan di Samarinda Kalimantan Timur pada 25 Agustus 1961, sambil berdinas di RSU Polmas Sulawesi, alumnus Pesantren Roudlotut Tolibin Rembang ini juga menjadi pengurus wilayah NU Sulawesi Selatan.
  4. M. Taqiyyuddin Alawiy, dilahirkan di Malang pada 8 April 1963. Setelah menyelesaikan studi di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang, meneruskan studi di Fakultas Tehnik UNISMA Malang. Saat ini, disamping menjadi dosen di Institusi yang sama, juga menjadi Rais Syuriah MWC Kedung Kandang Malang.
  5. Dra. Roudlotul Hasanah, dilahirkan di Malang pada 8 Maret 1965, setelah mondok di Pesantren Tambakberas Jombang, memperoleh gelar Sarjana Bahasa Inggris di IAIN Malang (sekarang UIIS), dalam kesehariaannya mengajar di MTSN Sepanjang Gondalegi Malang juga menjadi salah seorang tenaga pengajar pada Pesantren Nurul Huda Malang.
  6. Isyroqunnadjah, M.Ag. dilahirkan di Malang pada 18 Februari 1967, menyelesaikan studi S2 di PPS IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Saat ini alumnus Pesantren Lirboyo Kediri ini, disamping menjadi Ketua Program Bahasa Arab pada UIIS, juga menjadi wakil sekretaris Rabithah Maahidil Islam, Cabang Malang.
  7. Dra. Badiatus Shidqoh, dilahirkan di Malang pada 11 April 1968. saat ini alumnus Pesantren Tambakberas Jombang ini menjadi tenaga pengajar pada STIE Malangkucecwara Malang.
  8. Fauchatul Fithriyyah. S.Ag. dilahirkan di Malang pada 25 Agustus 1970, Memperoleh gelar sarjana di STAIN Malang (sekarang UIIS) setelah sebelumnya mondok di PP. Maslakul Huda Kajen Pati Jateng, mengelola beberapa TPQ binaan Pesantren Nurul Huda, juga menjadi tenaga pengajar pada Pesantren Nurul Huda Malang.
  9. Achmad Shampton Mas, SHI. dilahirkan di Malang pada 23 April 1972, selepas SMP, mondok di Pesantren Lirboyo Kediri dan beberapa Pesantren di sekitar Kediri. Memperoleh gelar sarjana di STAIN Malang (sekarang UIIS), saat ini menjadi khodim Pesantren Nurul Huda
Sebelum memasuki dunia perkuliahan seluruh putra dan putri beliau tanpa kecuali diharuskan mengenyam pendidikan di pesantren. Ini merupakan prinsip yang ditanamkan Kyai Masduqi para putra putrinya. Dari pengalaman mengaji di pesantren ini, meskipun background pendidikan putra putri beliau beragam, mereka mampu menjalankan amanah dakwah di tengah-tengah masyarakat.

Pendidikan Formal

KH. Achmad Masduqi Machfudz terlahir di tengah-tengah keluarga religius yang taat dan fanatik terhadap agama Islam. Sehingga sejak kecil beliau sudah dihiasi dengan tingkah laku, sikap dan pandangan hidup ala santri. Karena itu pula, Kyai Machfudz orang tua beliau tidak menghendaki Kyai Masduqi kecil untuk bersekolah di sekolah umum, cukup di sekolah agama saja.
Tetapi larangan orang tua ini tidak mematahkan semangat Kyai Masduqi kecil untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang tidak terbatas hanya dibidang agama saja. Dengan semangat tinggi, Kyai Masduqi menimba ilmu di pesantren dan sekolah umum dengan biaya sendiri dengan menyempatkan berkeliling menjual sabun dan kebutuhan yang lain tanpa sepengetahuan kyai atau orang tuanya sendiri.
Adapun pendidikan formal yang telah beliau selesaikan antara lain:
  1. Sekolah Rakyat di Jepara, 1942 - 1948
  2. SMP di Jepara, 1950 - 1953
  3. Sekolah Guru Hakim Agama (SGHA) di Yogyakarta, 1953 - 1957
  4. IAIN Sunan Ampel Malang, 1962 - 1966
  5. IAIN Sunan Ampel Malang (program doktoral) 1975 - 1977
Ketekunan, keuletan dan semangat juang yang tinggi, Kyai Masduqi akhirnya mampu meraih berbagai macam ilmu pengetahuan baik dibidang agama maupun pengetahuan umum.

Pendidikan non Formal

KH. Achmad Masduqi Mahfudz sejak berusia 5 tahun tepatnya pada tahun 1939 sudah diselenggarakan di madrasah ibtidaiyah di kampungnya yang pada waktu itu dikenal dengan istilah "Sekolah Arab", karena di sini pelajarannya semua berbahasa arab. Beliau belajar di sekolah ini selama kurang lebih lima tahun yaitu dari tahun 1939-1944, di sinilah beliau mulai mempelajari dasar-dasar berbahasa arab dan agama Islam.
Kemudian setelah beliau menyelesaikan sekolahnya dan mempunyai dasar yang cukup, beliau meneruskan belajarnya di pondok pesantren Jepara. Di sini beliau belajar kurang lebih selama 8 tahun, yakni dari tahun 1945 - 1953, dan menyelesaikan Madrasah Tsanawiyah pondok selama 3 tahun.
Pondok pesantren Jepara ini diasuh oleh Kyai Abdul Qadir, di sini beliau belajar ilmu-ilmu alat yakni nahwu dan shorof, fiqih, tauhid dan lain-lain, karena beliau belajar di sini sudah cukup lama, maka tidak heran jika ilmu-ilmu tersebut sedikit banyak telah beliau kuasai.
Setelah menyelesaikan pelajarannya di pondok pesantren Jepara, beliau masih merasa belum cukup ilmu pengetahuan agamanya, dan akhirnya beliau pergi untuk belajar di Pondok Pesantren Krapyak
(sumber: http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/pengasuh/02-biografi.single)

www.ucapantahunbaru.blogspot.com