Kamis, 28 Januari 2010

AYN AL-QUDAT AL-HAMADZANI

Beliau adalah cendekiawan dan wali Allah yang syahid karena dihukum mati oleh Sultan Saljuk, Mahmud. Meski meninggal dalam usia yang muda (33 tahun) namun kemasyhurannya sebagai wali Allah menarik banyak pengikut dari banyak tempat. Beliau kadang menampakkan karamah-karamahnya, termasuk menghidupkan kembali orang mati. Syekh Ayn al-Qudat al-Hamadzani dihukum mati karena dituduh mengajarkan ajaran panteisme atau menyamakan Tuhan dengan makhluknya. Menurut seorang sarjana, Syekh Ayn al-Qudat tergolong dalam tradisi teo-erotisisme dalam tasawuf, yakni “mazhab” tasawuf yang menekankan pada cinta (mahabbah), rindu (syawq), cahaya (nur), api (nar), dan kesatuan (wahdah) – yang berpuncak pada “kesatuan” antara pecinta dan yang dicintai, antara Tuhan dan makhluknya. Sebagian besar ajaran Syekh Ayn al-Qudat didasarkan pada sistem penafsiran ganda, yakni “wilayah akal” (thawr al-aql) dan “di luar akal” (thawr wara’ al-aql).

Tiada wujud selain wujud al-Haqq [Allah]. Maka wujud segala yang ada bukan diluar wujud al-Haqq, tetapi ia [yakni wujud segala sesuai itu] adalah dia [yakni wujud al-Haqq] juga.
[Zubdat al-Haqaiq]

Nama lengkapnya adalah Syekh Abu al-Ma’ali Abdullah ibn Abi Bakr Muhammad ibn Ali ibn al-Hassan ibn Ali Al-Hamadzani, dilahirkan di Hamadzan pada 1098 (492 H) dari keluarga terpelajar. Kakeknya adalah qadhi Hamadzan yang mati syahid saat terjadi serangan tentara Saljuk. Ayah Ayn al-Qudat, seorang sufi, juga meninggal karena kekerasan. Tidak banyak yang diketahui tentang masa kecilnya, namun yang jelas Syekh ini dikaruniai kecerdasan luar biasa. Bahkan dalam usia 20 tahun beliau sudah menulis banyak kitab, sebagian diantaranya, menurut keterangannya sendiri, adalah “kitab yang bahkan sulit dipahami oleh orang seumur 50 atau 60 tahun, apalagi menyusunnya.” Syekh Ayn al-Qudat menguasai tata bahasa Arab, filologi, sastra Arab, tafsir al-Qur’an, hadits, teologi (kalam), fiqh mazhab Syafi’i (dan telah memenuhi syarat menjadi qadhi) – ringkasnya semua cabang ilmu pengetahuan telah dikuasainya dalam waktu yang relatif singkat, kurang dari 10 tahun saja. Bahkan risalah-risalah yang memicu kontroversi telah ditulisnya saat beliau berusia 14 tahun.

Syekh Ayn al-Qudat mengatakan bahwa beliau meninggalkan studi sekular pada usia akil baligh dan “dengan tekun menelaah ilmu keagamaan” serta menyibukkan diri di jalan sufi. Sejak usia 21 tahun, setelah menulis risalah tentang sifat kenabian, selama tiga tahun berikutnya beliau dikaruniai segala macam pengetahuan ruhaniah dan ilham-ilham yang tak mungkin terlukiskan. Beliau mengatakan bahwa dirinya “nyaris di pinggir neraka seandainya Allah tidak menolongku dengan rahmat dan kemurahan-Nya.” Telaahnya terhadap ilmu kalam justru menambah kekacauan dan kebingungan. Pertolongan Allah datang setelah beliau menelaah kitab karya Hujjatul Islam, Imam ABU HAMID AL-GHAZALI, terutama karya besarnya, Ihya Ulum al-Din. Sedemikian berpengaruhnya kitab ini hingga Syekh Ayn al-Qudat menulis, “mata batinku mulai terbuka (kasyaf).” Selama setahun beliau terus dikuasai olehh pengetahuan ruhaniah lantaran berkah mengaji kitab Ihya ini. Kemudian datanglah adik Imam al-Ghazali, yakni Syekh Abu al-Futuh AHMAD AL-GHAZALI, ke Hamadzan. Kehadirannya yang hanya kurang dari 20 hari telah menyempurnakan pengetahuan ruhaniah Syekh Ayn al-Qudat. Hingga Syekh Ahmad al-Ghazali meninggal, beliau terus berhubungan dengannya melalui surat-surat dan beberapa pertemuan. Melalui bimbingan Syekh Ahmad al-Ghazali Syekh Ayn al-Qudat mencapai kemajuan spiritual yang melampaui batas-batas penalaran rasional dan membawanya ke alam ilahiah. Guru lainnya yang mendidiknya adalah Syekh Abu Abdullah Muhammad ibn Hamawaih al-Juwaini (w. 1220), penulis kitab Salwat at-Thalibin. Menurut Syekh Ayn al-Qudat, kehadiran guru yang hidup, bukan hanya kitab-kitab sufi, adalah syarat utama bagi kehidupan di jalan Sufi.

Prestasi dan kecemerlangan intelektual, serta pandangan-pandangan sufinya yang kontroversial, menyebabkan banyak kalangan iri dan memusuhinya. Syekh Ayn al-Qudat secara resmi diadukan kepada menteri Saljuk dari Irak, Abu al-Qasim Qiwamuddin Nashir ibn Ali al-Daragazini yang terkenal zalim dan haus darah. Menteri inilah yang menjebloskan Syekh Ayn al-Qudat ke dalam penjara. Selama di penjara ini Syekh Ayn al-Qudat menulis kitab pembelaan atas pandangan-pandangannya. Setelah beberapa bulan ditahan, beliau dkirim kembali ke Hamadzan dan dihukum mati secara biadab pada 1131.

Syekh Ayn al-Qudhat menulis banyak risalah, dan sebagian besar telah hilang. Tetapi kitabnya yang amat terkenal adalah Tamhidat. Kitab ini, yang dipengaruhi oleh kitab Sawanih karya gurunya, Syekh Ahmad al-Ghazali, banyak dibaca di dunia Muslim. Tamhidat adalah kitab yang disukai para sufi Chistiyyah di Delhi pada akhir abad ketiga belas. Seorang wali Allah dari tarekat Chistiyyah, yakni Gisudaraz, menulis ulasan tentang buku ini, dan kemudian seorang wali Allah bernama Miran Husain Shah dari Bijapur menerjemahkannya ke bahasa Urdu. Syekh Jami’ mengatakan tentang Ayn al-Qudhat, “hanya sedikit orang yang dapat menyingkap hakikat kenyataan dan penjelasan tentang hal-hal yang pelik seperti Syekh Ayn al-Qudhat.” Kitab lainnya adalah Syakwa al-Gharib, pembelaan atas ajarannya yang ditulis saat di penjara, yang dipuji keindahan bahasanya, sehingga dikatakan secara metaforis, “jika kitab ini dibacakan kepada bebatuan, maka bebatuan itu akan bergetar [oleh keindahan ungkapannya],” dan kitab Nama-ha, yang berisi koleksi ratusan surat Syekh Ayn al-Qudhat kepada beberapa muridnya.

wa Allahu a'lam
Tri Wibowo BS / Mbah Kanyut al-Jawi
Ikhwan TQN Suryalaya
Arsip Manaqib Ringkas lainnya ::
http://www.facebook.com/note.php?note_id=126331078339
http://www.facebook.com/note.php?note_id=123371558339
http://www.facebook.com/note.php?note_id=123235338339
http://www.facebook.com/note.php?note_id=121816338339
http://www.facebook.com/note.php?note_id=121403668339
Sumber :  http://rumahcahaya.blogspot.com/search?updated-min=2010-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2010-01-01T00:00:00-08:00&max-results=22

www.ucapantahunbaru.blogspot.com