Jumat, 29 Januari 2010

Kyai Soeratmo (Mbah Idris)

Kyai Soeratmo atau yang lebih dikenal dengan Mbah Idris, dilahirkan pada tanggal 1 april 1913 M, putra KH. Amir Hasan Yogyakarta dan Ny. Aisyah binti KH. Idris Boyolali. Beliau wafat pada hari rabu pon tanggal 26 Jumadil Akhir 1423 H/4 September 2002 M. II. Pendidikan dan Pergaulan Semenjak kecil beliau sudah tekun dalam menuntut ilmu. Beliau belajar di Manbaul Ulum Slompretan sampai tamat kelas XI dengan nilai yang sangat memuaskan. Selain itu beliau juga pernah belajar dibeberapa Pondok Pesantren, antara lain : 1. Pondok Pesantren Jamsarem, Solo dibawah asuhan KH. Idris. 2. Pondok Pesantren Tremas Pacitan 1941 -1944 M. 3. Pondok Pesantren Bangkalan Madura. 4. Pondok Pesantren Kaliwungu Kendal. 5. Mengikuti Majlis Ta’lim dibawah asuhan Habib Muhsin Bin Abdullah, Solo untuk mempelajari Hadits Bukhori Muslim. Selain itu beliau juga telah terbiasa dengan riyadloh seperti Puasa sunah, Sholat lail dan tahan tidak tidur dimalam hari. Beliau juga menekuni olah raga seni Pencak Silat dan bergabung dalam Pendekar solo. Tidak ketinggalan beliau juga mendalami ilmu tasawuf. Maka dengan tempa’an-tempa’an tersebut terbentuklah sosok pribadi Kyai Soeratmo/ KH. M. Idris menjadi ulama’ khas yang berwawasan luas dan menghabiskan hidupnya untuk mencari ridlo Allah Swt. Sejak muda beliau sangat senang bergaul dengan siapapun tanpa mengenal status sosial maupun agama dan golongan. Cara berbusana selalu menampilkan kerapian sesuai dengan situasi dan kondisi pergaulannya. Beliau sangat ta’dhim kepada sesepuh, Alim Ulama’ dan Habaib. Beliau sangat peduli terhadap fakir miskin, dan sayang kepada anak kecil. Beliau mendalami dan Bai’at Thoriqoh Szadziliyyah sejak muda kepada beberapa mursyid/Guru Thoriqoh, antara lain : 1. KH. Abdul Mu’id Tempur Sari – Klaten. 2. KH. Ahmad Siroj Keprabon – Solo. 3. KH. Abdul Rozaq Termas Pacitan. 4. KH. Ahmad Ngadirejo. 5. KH. M. Idris Jamasaren – Solo. 6. Bertemu langsung dengan Syeikh Mufthi Kamal di Makkatul Mukaromah dan syeikh Muhtarom Makkah. Semenjak beliau menjadi Mursyid, telah puluhan ribu jumlah anggota yang diasuh, terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat. Bahkan beberapa bulan sebelum beliau wafat, beliau masih sempat memba’aiat sekitar 200 orang sambil tiduran karena sudah udzur atau sakit, dan dilakukan bersama atau dijama’. III. Kebiasaan Beliau Beliau sangat rajin mempelajari kitab-kitab, kemudian merangkum dan menuliskannya kembali dalam bentuk kitab/buku dengan ditulis tangan sendiri secara rajin, dengan sistematis dan penafsiran / terjemahan yang mudah dipahami oleh siapapun yang membaca. Kebiasaan ini telah dilakukan semenjak beliau belajar di Pondok Pesantren tremas Pacitan, sampai menjelang wafatnya. Adapun kitab-kitab yang beliau himpun antara lain : 1. Kitab Nikah. 2. Kitab Asyhuril Hurum. 3. Do’a-do’a di dalam sholat dan diluar sholat. 4. Kitab Tanbihul Awwam Jilid I dan II. 5. Kitab tentang tata krama masuk Thoriqoh Syadziliyyah. 6. Kitab Manaqib Syeikh Ali Abil Hasan Assyadzili Ra. Dll. IV. Perjuangan dan Dakwah Beliau. 1. Beliau termasuk pejuang 45, pada saat pertempuran menghadapi pasukan penjajah Belanda di Mranggen, beliau bergabung dalam barisan Hizbullah. 2. Dalam berdakwah beliau lakukan dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Contoh-contoh pengalaman syariat agama dilaksanakan secara sederhana, tidak selalu harus memaparkan dalil-dalil, namun mengutamakan tata krama dan akhlakul karomah. 3. Beliau sangat peduli terhadap pelestarian budaya Jawa yang relevan dengan ajaran Islam, misalnya, wayang kulit, tata busana jawa dll. Beliau sangat fasih apabila menuturkan Babat tanah Jawa yang penuh dengan nilai filsafahnya. 4. Beliau termasuk ulama Ahli falak. Namun hal ini sanagat disimpan rapi, alasannya sangat sederhana “jangan sampai diartikan atau dianggap sebagai ahli nujum. V.Karomah-karomahnya Karena sifat kehati-hatian beliau, maka beliau sangat rapat dalam menyimpan rahasia kekhususan yang dimiliki. Adapun kejadian-kejadian yang merupakan karomah yang diungkap disini adalah sebagian kecil yang sempat direkam semasa beliau masih hidup. 1. Beliau sangat menghormati tamu, pernah suatu ketika beliau kedatangan tiga orang tamu dari jauh. Pada saat itu ibu nyai dan pembantu tidak ada dirumah. Tiga tamu tadi dihidangkan minuman yang diambil dalam teko persediaan beliau sendiri. Anehnya dalam satu teko yang biasanya berisi teh, ketika dituangkan digelas para tamu tersebut isinya berbeda-beda sesuai dengan kesukaan tamu tersebut. Satu gelas pada saat dituangkan berisi kopi, satu berisi teh dan satunya lagi berisi susu. Hal ini membuat ketiga tamu tadi tertegun sambil berbisik :”Mengapa Kyai sudah tahu minuman kesukaan kami padahal kami belum pernah silaturahmi dan ketemu kyai, dan kami saat ini memang betul-betul haus”. 2. Beliau melaksanakan ibadah haji baru tiga kali. Namun kenyataan tiap tahun banyak saudara yang pergi haji berjumpa beliau baik di Makkah dan Madinah.



Hal ini pernah dialami oleh KH. Ahmad Zakasy, KH. Abu Shihab, KH. Taubatan Nasuha. Ketika mereka bertiga yang tergolong sudah sepuh melaksanakan ibadah haji, ketiganya disana di pandu oleh KH. Soeratmo/Mbah Idris. Maka setelah ketiganya pulang tersebarlah berita tersebut. Dan mereka menuturkan Kyai Soeratmo atau mbah Idris setiap paginya sudah di Makkah, tetapi setiap sore slalu pamit untuk pulang. Dengan berita tersebut, para jama’ah majlis ta’lim asuhan beliau merasa heran dan dalam hati membantah berita tersebut, karena selama musim haji beliau setiap malamnya selalu aktif memberikan ceramah tafsir al Qur’an di Gedung Batik PBB Kacangan. Akhirnya kami percaya setelah KH. Ahmad Zarkasy sambil berliangan air mata membenarkan berita tersebut. Peristiwa seperti itu ternyata banyak dikisahkan oleh beberapa orang yang pergi haji, meskipun Mbah Idris sudah wafat. 3. Pada saat pertama kali Mbah Idris mengadakan haul Imam Agung Syekh Syadzili Ra/sewelasan pada tahun 1971 di Masjid Muqorrobbin yang baru saja didirikan. Pada saat itu musim paceklik, masyarakat banyak mengalami kesusahan sulit mencari makan, tanaman pangan dihabiskan oleh tikus. Panitia sangat cemas, karena sampai menjelang maghrib makanan yang tersedia sangat sedikit. Kemudian Mbah Idris memberi nasehat, “Jangan cemas, Apabila kita Mahabbah dengan kekasih Allah, Insya Allah diberkahi. Maka mohonlah keberkahan. Kenyataannya memang benar, setelah acara dzikir selesai dibaca kami mulai menghidangkan makanan yang ada sampai merata, padahal yang hadir ribuan. Setelah pengajian selesai panitia sangat heran karena makanan yang tersedia sejak sore masih utuh. Alhamdulilah akhirnya dapat diberikan kepada pekerja yang ada.

sumber: www.almihrab.com

www.ucapantahunbaru.blogspot.com