Keputusan “Kembali Ke Khittah 1926″ pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo, 1984, didahului oleh gerakan pembaharuan yang digelindingkan oleh sekelompok pemimpin muda NU yang dilokomotifi oleh Gus Dur. Mereka menamakan diri: “Kelompok G-7″, diambil dari nomor rumah Pak Said Budairy di sebuah komplek perumahan di Jakarta, yang mereka jadikan “markas gerakan”. Walaupun sudah tidak tergolong muda, Mbah Lim aktif mengombyongi segala aktivitas kelompok itu dan teramat sering ikut ngendon di markas mereka.
Balayan Malakan Idham Malik meriwayatkan, suatu hari di malam buta ditengah masa-masa gerakan pembaharuan itu, Mbah Lim datang ke rumah Said Budairy yang penghuninya masih lelap semua. Mbah Lim tidak mengetuk pintu tapi langsung menggeloso di emperan rumah yang hanya berupa pelesteran semen dan hanya beberapa jengkal saja lebarnya. Pak Said Buadairy pun kaget setengah mati saat membuka pintu habis subuh.
“Mbaaah! Kok nggak ketok pintu sih? Kayak yang nggak biasa kesini saja!”
Mbah Lim cengar-cengir sambil memamerkan rokok yang sedang dihisapnya.
“Lha ini malah sudah dapat hadiah rokok dari anakmu”, katanya.
Rupanya, anak Pak Said yang bangun duluan sudah lebih dulu mendapati orang menggeloso di emperan rumah. Mengira orang itu gelandangan numpang tidur, ia pun menyedekahkan sebatang rokok.
* * *
Dekat-dekat menjelang Muktamar NU ke-28 tahun 1989 di Yogyakarta, Mbah Kiyai Hamid Kajoran jatuh sakit. Mbah Lim (Kiyai Muslim Rivai Imampuro, Klaten) mengajak Gus Dur menengok ke kediaman beliau.
“Aku tak mati yo, Lim…” (Aku mau mati nih, Lim), kata Mbah Hamid.
“Ndak bisa ndak bisa ndak bisa….”, Mbah Lim dengan gayanya yang khas, “mau Muktamar kok mati… enak aja…”
“Lha gimana…?”
“Mati ya mati tapi nunggu Muktamar dulu!”
Tepat empat puluh hari sesudah hari itu, beberapa minggu sesudah Muktamar, Mbah Hamid Kajoran wafat.
Lahumal faatihah….
* * *
Mbah Lim pernah terkenal suka “mencium orang”. Sebenarnya yang lebih tepat adalah menempelkan jidat ke jidat. Itu mungkin tanda senang atau sayang yang tak terkatakan. Saya sendiri hampir selalu dibegitukan setiap bertemu.
Sebelum Soeharto lengser, ketika PDI Perjuangan baru saja dideklarasikan, Megawati Soekarnoputri datang ke kediaman Mbah Lim di Jatinom, Klaten. Kebiasaan “adu-jidat” pun dilakukan terhadap Mbak Mega, sehingga foto Mbah Lim yang seolah memeluknya beredar di koran-koran. Tak lama sesudah itu, Mbah Lim datang ke Rembang menemui Gus Mus.
“Aku mewakili Pak Harto, Mega mewakili Bung Karno, salaman, rangkulan, ben rukun… ben rukun…“, Mbah Lim memberi “klarifikasi”, “benar tidak… benar tidak… benar tidak…?”
“Sudah benar semua, Mbah”, kata Gus Mus, “yang meragukan cuma satu… ngambungnya itu lho!”
“Bodong ‘ki… bodong ‘ki… bodong ‘ki…”, Mbah Lim ketawa sampai terguncang-guncang.
* * *
Menjelang Muktamar Cipasung, Mbah Lim (Kiyai Muslim Riva’i Imampuro) mengunjungi Gus Dur di Kantor PBNU dengan membawakan sebotol madu. Di botol itu tertempel secarik kertas dengan tulisan: “MADU KUAT UNTUK KETUA UMUM PBNU 5 PERIODE”.
“Nggak mau, Mbah!” Gus Dur menolak, “buat sampeyan sendiri saja. Biar sampeyan yang jadi ketua lima periode”.
“Bodong… bodong… bodong…”, Mbah Lim terkekeh-kekeh.
* * *
Perempuan setengah tua itu sudah ada di ruang tamu Mbah Lim ketika kami sekeluarga datang. Tampaknya sudah cukup lama ia disitu. Gelas tehnya sudah dikerubuti semut.
Mbah Lim muncul dari ruang dalam dan langsung menyambut ayahku, berpelukan disusul obrolan riang yang asyik. Perempuan itu belum juga disapa dan kelihatan gelisah sekali karenanya. Sampai akhirnya Mbah Lim tidak tega melihat matanya berkaca-kaca.
“Ada apa… ada apa..?”
“Saya ini pedagang pasar, Mbah… tapi belakangan ini kok dagang saya seret…”
“Biasa! Biasa!” Mbah Lim memotong, “perdagangan memang sedang kurang bagus…”
“Utang saya banyak, Mbah…”
“Apalagi kamu! Negara saja utangnya banyak!”
Perempuan itu terdiam dan menunduk. Mengusap sudut mata dengan ujung kain kerudung.
“Terus maunya apa? Maunya apa? Kalau jimat aku nggak punya. Kalau amalan ada…”
“Lha wong sudah taaahu gitu lhoooo…!” hampir saja perempuan itu berteriak, “pakai nanya-nanya segaalaaaa!”
Mbah Lim nyengir, lalu mengambil secarik kertas dan menuliskan ijazah amalan untuknya.
* * *
Selain saya, ada seorang tamu lain dari Semarang yang sowan Mbah Lim malam itu.
“Nginap… nginap… nginap…?” Mbah Lim bertanya pada tamu Semarang.
“Pulang saja, Mbah… masih banyak kendaraan umum kok…”
Mbah Lim menyuruh saya mengambilkan kaleng biskuit di pojok ruangan. Dibukanya kaleng itu –yang ternyata berisi uang receh– lalu dijumputnya uang ribuan selembar demi selembar,
“Ketuhanan Yang Mahaesa…”, selembar ribuan dielus-elusnya, “Kemanusiaan yang adil dan beradab…”, selembar lagi, “Persatuan Indonesia…”, dan seterusnya hingga lima lembar, “Pas… pas… Pancasila… Pancasila…”, lalu diulurkannya uang lima ribu itu pada tamu Semarang, “Ongkos bis… ongkos bis…”.
Si tamu geragapan menolak,
“Jangan, Mbah!” katanya, nyaris seperti orang panik, “Saya yang ngaturi Simbah!”
Dengan gugup ia ulurkan sebuah amplop. Mbah Lim menjemput amplop dan menggenggam tangan si tamu erat-erat, lalu menoleh kepada saya sambil mengedipkan-ngedipkan mata,
“Mancing… mancing… mancing…”, katanya.
Setelah tamu itu pergi, gantian Mbah Lim bertanya pada saya,
“Kalau kamu… tak sangoni apa ninggali…?” (Kuberi sangu atau meninggalkan uang untukku?)
Demi keseimbangan alam, saya merasa punya beban moral untuk memerdekakan kendablegan,
“Saya minta sangu saja, Mbah!”
“Bodong… bodong… bodong…!” Mbah Lim menggosok-gosokkan kelima lembar “ribuan Pancasila” ke jidat saya.
* * *
Belum ada sebulan yang lalu Mbah Lim berkunjung ke Rembang.
“Aku ini sebenarnya sudah kangen banget sama nyaiku”, katanya kepada Gus Mus –maksudnya: isteri beliau yang telah mendahului wafat beberapa waktu sebelumnya, “tapi orang-orang itu menahan-nahanku terus… Ya sudahlah… asal demi NKRI…”
Tidak terlalu lama beliau njagong, sebelum kemudian pamitan,
“Moso borongo… moso borongo…”
(Suatu ungkapan pasrah karena merasa tidak bisa ikut ngurusi lagi…)
Lahul Faatihah…
www.ucapantahunbaru.blogspot.com
Arsip Blog
-
▼
2010
(580)
-
▼
Januari
(580)
- Drs. KH. Muhammad Zubaidi Muslich
- Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan
- KH. M. Ma’shum bin Aly
- Habib Salim bin 'Abdullah bin 'Umar asy-Syathiri
- KH. Marzuqi Romli
- TIGABELAS ALASAN KEUTAMAAN BERSHOLAWAT
- “Sang Macan Putih dari Pulau Jawa” (edisi 1)
- KH. Abdul Ghofur Maimoen (Kader NU Mesir Raih Gela...
- KH Masyhudi Hasan Ilmuwan Idealis Itu Adalah Kac...
- KH. Maimun Zubair (Matahari Dari Sarang)
- al-Habib Syekh bin Salim al-Aththas
- Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih Al-Alawy
- Inilah Mimpi-Mimpi Rasulullah Saw Yang Menakjubkan
- SEBAGIAN AMALIYAH DIMALAM NISFU SYA'BAN
- ASWAJA (AHLUSSUNAH WAL JAMAAH)
- AL HABIB ZEIN BIN ‘ALI BIN AHMAD BIN ‘UMAR AL JUFR...
- HABIB ALWI BIN SALIM ALAYDRUS
- KH. Abdul Mukti bin Harun
- KH. Badrus Salam
- KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang
- Habib Sholeh bin Muhammad Mauladdawilah
- BIOGRAFI KH.IMAM FAQIH ASY'ARI DAN SEJARAH BERDIRI...
- KH. MOHAMMAD SAID
- Habib Ahmad Jamal bin Toha Ba'aqil
- Keajaiban-Keajaiban Nabi Muhammad SAW Semasa Kecil
- Alim al-Allamah al-Faqih Syeikh Ismail al Yamani
- Syeikh Abdul Fatah Husein Rawa
- SHEIKH MOHAMMAD KHALIL AL-KHATIB
- MENGENANG SALAH SATU SOSOK ULAMA KHARISMATIK KOTA ...
- Ustadz Taha Suhaimi, Cucu Syeikh Muhammad as-Suhaimi
- Syaikh `Abdullah al-Lahji
- Kyai Soeratmo (Mbah Idris)
- Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr Al-Jufri, Keluhuran ...
- KH. Abdul Fattah Hasyim
- KH. Abdullah Abbas
- KETIKA KYAI SALING NYANTRI
- Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
- SUHRAWARDI AL-MAQTUL: SANG GURU CAHAYA
- AYN AL-QUDAT AL-HAMADZANI
- SEJARAH SHALAWAT BADAR
- ABAH KI QOMARUZZAMAN
- GELAR KELUARGA AL-HASANI
- KH Abdul Wahid Hasyim
- KH. Oesman Mansoer: Dari Mayor Hingga Rektor
- H. Imron Rosyadi SH Diplomat Karir Dari Pesantr...
- Menghadiahkan Bacaan Dzikir Untuk Ahli Kubur
- BETAPA KUASANYA ALLAH SWT (kisah nyata) Satu ger...
- KH. Turaihan Adjhuri Es Syarofi (Guru para Ahli Fa...
- Habib Ali bin Ja'far Alaydrus, Batu Pahat-Malaysia
- GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADRAMAUT
- Syaikh Ahmad AlBadawiy RA. – WaliQutb Al Ghouts
- KH.SYAFI’I HADZAMI (SUMUR YANG TAK PERNAH KERING)
- Terkuaknya ke-wali-an Kyai Hamid Pasuruan dan Ki...
- KISAH AL-HABIB AHMAD AL-MUHDHAR (QUWEREH, YAMAN)
- Merunduk Kala di Puncak Ilmu : Habib Husein bin Ab...
- KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie: Demi Maslahat ...
- Bakiak Kiai Abbas Rontokkan Pesawat-2 Sekutu
- Kasyaf Terbukanya hijab antara seorang Hamba denga...
- Habib Hamid al-Kaaf - Khalifah Syaikh Yaasin
- Komentar Tokoh Dunia tentang : Sayyidina wa Maulan...
- Habib Hamid bin Ja’far Al-Qadri: Membumikan Madras...
- SAYYID THOHIR ALAUDDIN AL JAILANI (Sang Juru Kun...
- AL IMAM AL MUHAQQIQ AL MUDAQQIQ ABUL FAIDH SAYYID ...
- AL HABIB ‘ALWI BIN ‘ABDULLAH AL ‘AYDRUS (Salah Sa...
- PERTEMUAN AGUNG BERTABUR NUR KEBERKAHAN ANTARA A...
- AL HABIB ‘ALI BIN SYECH ABU BAKAR BIN SALIM (PANGE...
- KH. Abdul Manan Muncar Banyuwangi Jawa Timur
- Sekilas Abil 'Abbas Balyan Bin Malkan, Nabi Khidir AS
- AL-IMAN AL-HABIB ‘ALAWI BIN ‘ABDULLAH BIN ‘ AYDARU...
- Sayyid ‘Abdullah bin Shadaqah bin Zaini Dahlan al-...
- HABIB UMAR BIN ISMAIL BIN YAHYA CIREBON
- 10 Sahabat Dijamin Masuk Surga
- Habib Nuh al Haddad, Solo
- Sayyid Isa Alkaff Qathmyr : Annasabah Alawiyyah
- Ringkasan Sejarah 25 Nabi Dan Rasul
- K.H. Sholeh Bahruddin Kalam Pengasuh Pon.Pes. Ngal...
- Download
- Gathering 49
- Al Allamah Al Musnid Al Arif billah Alhabib Abdulq...
- Keluarga Alawiyyin di Hadramaut
- ISTI'LAUL QUDROH
- Asal Usul Sebutan ALAWIYYIN
- KH. Muslim Rifa'I Imampuro
- Syekh Ihsan Jampes
- KH. Mahrus Aly
- Syekh Junaid Al-Baghdadi RA
- MANAQIB MU'ALLIF DALA'IL AL-KHOIROT, AL-SAYYID ABU...
- Biografi KH Mufid Mas'ud Pendiri Pondok Pesantren ...
- Manaqib Al Arif Billah Al A`lim As Sayyid Ahmad Za...
- Al-Habib Sayid Hatim bin Ahmad Al-Ahdal
- Al-Habib Raihan bin Abdillah Al-’Adani
- Al-Habib Husein bin Hadi Al-Hamid Waliyullah Yang ...
- Al-Habib Husein bin Bin Abdurrahman Assaqqaf Sesep...
- Al-Habib Ahmad bin Alwi Bahjadab
- Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff Pe...
- Al-Habib Abubakar bin Ali Shahab Salah Satu Pendir...
- Syekh Samman Sang Pendiri Sammaniyah
- JADWAL PERINGATAN HAUL HABAIB SEJAWA
- Kiai Muhammad Syamsuri bin Dahlan (1906-1988)
- KH Muhammad Dahlan; Pendukung Lahirnya Muslimat NU
-
▼
Januari
(580)