Selasa, 19 Januari 2010

Biografi Kiai Imam Rozi (Singo Manjat)

Kiai Imam Rozi (Singo Manjat) adalah pendiri Pondok Pesantren Singo Manjat Tempursari Klaten. Ia leluhur atau cikal bakal masyarakat Tempursari Klaten, yang keturunannya dan santrinya tersebar ke berbagai daerah.

Ia yang membawa misi ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, mendirikan tempat-tempat ibadah, pondok pesantren dan majlis taklim, baik di Jawa tengah, Jawa Timur, maupun di Jawa Barat.
Kiai Imam Razi adalah putra Kiai Maryani bin Kiai Wirononggo II bin Kiai Wirononggo I bin Kiai Singo Hadiwijoyo bin Kiai Tosari bin Kiai Ya’kub bin Kiai Ageng Kenongo. Ia lahir pada tahun 1801 M. Sejak kecil ia belajar agama dari ayahnya, Kiai Maryani, kemudian berguru kepada Kiai Rifai, yang sekarang makamnya ada di Gathak Rejo, Drono Klaten. Ia juga berguru kepada Kiai Abdul Jalil Kalioso bersama Kiai Mojo, Penasihat Pangeran Diponegoro.

Pada usia 24 tahun, Imam Rozi bergabung dengan Pangeran Diponegoro menentang dan memerangi penjajah Belanda, bersama Kiai Mojo dan para pejuang lainnya. Ia diangkat sebagai manggala yudha atau panglima perang dan sebagai penghubung antara Pangeran Diponegoro dan Paku Buwono VI Surakarta.

Pada saat Imam Rozi bersama Pangeran Diponegoro ditahan penjajah di Semarang, Pangeran Diponegoro menyuruhnya melarikan diri dari tahanan dan menghadap Paku Buwono VI dengan membawa surat dari Pangeran Diponegoro. Isi surat itu antara lain memohon Paku Buwono VI menugasinya berdakwah di Surakarta bagian Barat, mencarikan jodoh untuk mendampingi perjuangannya, dan disediakan tanah perdikan.

Tahun 1833 M ia telah melaksanakan tugas tersebut dan memilih Desa Tempursari sebagai tempat tinggal setelah mendapatkan bimbingan dan petunjuk ruhaniah dari Nabi Khidzir. Maka pada saat itu berdirilah Masjid Tempursari, yang kemudian berkembang pesat. Barulah pada tahun 1837 M Paku Buwono VI menjadikan tanah Tempursari sebagai tanah perdikan.

Kiai Imam Rozi menikah empat kali. Istri-istrinya yaitu R.A. Sumirah, saudara sepersusuan Pangeran Diponegoro, Ny. Ahadiyah (Ny. Kedung Qubah, cucu Kiai Syarifuddin Gading Santren), Ny Marfu’ah (Mlangi Yogyakarta), dan Ny. Sudarmi (Karangdowo). Kiai Imam Rozi wafat pada tahun 1872 dalam usia 71 tahun dan dimakamkan di Tempursari. Pengelolaan Pondok Pesantren diteruskan oleh menantunya, Kiai Zaid, kemudian diteruskan menantu Kiai Zaid, yaitu Kiai Muhammad Thohir, dan akhirnya diteruskan K.H. Abdul Muid bin Muhammad Thohir.

www.ucapantahunbaru.blogspot.com