Humor adalah salah satu jendela untuk melongok kondisi dan budaya masyarakat.
Diantara yang paling terkenal dari humor-humor Rusia era Soviet adalah kisah tentang sebuah keluarga yang menggigil ketakutan ketika ada yang mengetuk pintu malam-malam.
“Siapa?” si empunya rumah bertanya dengan gemetar.
“Malaikat Maut!”
Seisi rumah pun lega luar biasa.
“Syukurlah!” pintu dibukakan dengan riang, “kami kira KGB…”
KGB –seperti kita ketahui—adalah dinas rahasia milik Pemerintah Uni Soviet yang amat terkenal kekejamannya.
Di Inggris pada masa-masa menjelang Perang Dunia II, berlangsung kompetisi politik yang panas. Winston Churchill dari Partai Konserfatif ngotot dengan “peran Pemerintah untuk menjamin pasar bebas“. Sedangkan lawannya dari Partai Buruh yang liberal, Clement Atlee, menggembar-gemborkan nasionalisasi industri besar.
Maka lahirlah sebuah humor. Suatu ketika, di sela-sela perdebatan yang panas di parlemen, Churchill bersirobok dengan Atlee di toilet dan terpaksa harus pipis bersebelahan. Ditengah “kegiatan bersama” itu, Atlee kedapatan melirik-lirik ke arah Churchil agak kebawah sedikit. Churchill pun berang,
“Jangan melirik-lirik!” bentaknya, dilanjutkan dengan gerutuan, “kamu ini sukanya menasionalisasi yang besar-besar….”
Gus Dur pernah menciptakan –atau mengadaptasi—sebuah humor era Soeharto. Alkisah, Soeharto hanyut di sungai sampai hampir mati tenggelam. Seorang tukang mancing menolongnya. Dan Soeharto pun amat sangat berterimakasih.
“Mintalah apa saja, aku akan memberimu”.
“Sudahlah. Aku tak punya pamrih apa-apa”, tukang mancing itu ternyata ikhlas sekali.
“Mintalah! Aku pasti bisa memenuhinya!”
“Jangan sombong. Kamu bukan Tuhan!”
“Tahukah kau, siapa aku?”
“Memangnya kamu siapa?”
“Aku ini Soeharto. Presiden Republik Indonesia!”
Tukang mancing mendadak ketakutan. Gemetaran ia tengok kiri-kanan.
“Sssttt…” akhirnya ia berbisik dengan khawatir sekali, “jangan bilang siapa-siapa kalau aku yang menolongmu ya…”
Para pemerhati dagelan tradisional Jawa tentu bisa menandai perbedaan gaya antara ludruk (Jawa Timur) dan dagelan Mataram (Yogya) yang mencerminkan perbedaan budaya. Ludruk cenderung blak-blakan dan egaliter, dagelan Mataram penuh sindiran dan “hirarkis”.
Kartolo terang-terangan meledek Mariyam alias Karjo AC-DC,
“Wong wédok gêdhéné sak buto!” (Perempuan segede raksasa!)
“Sing dadi lak dudu gêdhéné sé, Lo!” (Yang berlaku ‘kan bukan besarnya, Lo!) Jawab Mariyam.
“Lha… apané?”
“Solahé!” (Solah-bawanya!)
Lain halnya Basiyo, yang meledek lawan mainnya dengan sindiran,
“Kulá niku butuh indhên… grobak kulá tugêl. Gandhèng pun mbotên wontên sing dodol… sampéyan mawon nápá? Samang’ niku seminggu rak dèrèng putung tá?” (Saya ini butuh pasak as roda [indhên]… gerobak saya patah. Karena sudah nggak ada yang jualan… bagaimana kalau sampeyan saja? Sampeyan itu seminggu ‘gitu belum patah ‘kan?)
Ledekan itu diungkapkan dengan krámá inggil (bahasa Jawa halus).
Dalam konteks kejendelaan itulah, saya kira, buku “Guyon Bareng Cak Jahlun” ini hadir. Tema-tema yang diangkat dalam kisah-kisah humornya menggambarkan kehidupan pesantren yang –karena keunikannya—oleh Gus Dur dijelaskan dengan terma “subkultur”. Jarak antara gaya hidup di lingkungan pesantren dengan arus utama gaya hidup masyarakat pada umumnya, sudah menjadi sumber inspirasi humor yang tak ada habis-habisnya. Dalam buku ini bertebaran kisah-kisah lucu tentang kesalahpahaman santri baru terhadap hal-hal yang khas pesantren, dan sebaliknya, “salipan” antara logika pesantren dan “logika populer”. Kesenjangan-kesenjangan semacam itu selama ini menjadi modal utama para pelawak untuk mengocok perut audiensnya.
Lebih menarik lagi, dalam buku ini kita temui pula jejak-jejak satu unsur utama dalam pola pikir pesantren, yaitu permainan logika itu sendiri. Lihatlah, misalnya, dialog antara Cak Jahlun yang memeriksakan diri karena terkena muntaber dengan dokternya:
“Buang air besarnya bagaimana?” tanya dokter.
“Seperti biasa, Dok: jongkok!”
Itu adalah jawaban yang sangat logis. Bahwa itu bukan jawaban yang diharapkan Pak Dokter, “logika pertanyaan” Pak Dokter-lah yang tidak tepat.
Dari mana asal-usul permainan logika itu?
Saya kira dari salah satu mata pelajaran utama di pesantren, yaitu nahwu-shorof (gramatika bahasa Arab). Bahasa Arab adalah bahasa yang sangat rigid dengan logika. Sebagian ahli menuduh Imam Syafi’i dalam menyusun ushul fiqihnya dipengaruhi oleh logika Aristotelian. Padahal belum tentu begitu. Basis logika yang kuat dalam ijtihad Iman Syafi’i saya kira lebih dipengaruhi keahlian beliau dalam bahasa Arab. Berbagai riwayat menyebutkan bahwa beliau telah menjadi salah seorang yang paling ahli dalam bahasa dan sastra Arab pada jamannya, sejak sebelum beliau mendalami fiqih syari’at itu sendiri. Cara berpikir serba logika itulah yang kemudian tertransmisi kedalam dunia pesantren, baik melalui pengajaran bahasa Arab maupun karya-karya fiqih dari madzhab Syafi’i.
Diatas segalanya, nama “Cak Jahlun” sebagai tokoh utama buku ini dipilih dengan cerdik sekali. Saya menduga, pilihan itu ditetapkan melalui suatu pemikiran yang mendalam. “Jahlun” (bahasa Arab) artinya “bodoh”. Ini mewakili etos kependidikan di Pesantren: bahwa menuntut ilmu itu harus diniyati untuk “menghilangkan kebodohan”, persis berbarengan dengan kesadaran bahwa kebodohan itu tidak mungkin hilang karena, semakin orang bertambah ilmunya, maka semakin ia merasa bodoh. Kontradiksi filosofis dalam etos ini mendalam sekali maknanya, sebagaimana berbagai kontradiksi lain yang menjadi “soko-guru” dalam ajaran tasawwuf: ikhtiar-takdir, roja’-khouf, ni’mat-mushibah, shabar-syukur, dan seterusnya.
Akhirul kalam, selamat membaca, selamat belajar, selamat berjuang menghilangkan kebodohan untuk menjadi lebih bodoh lagi, dan… selamat tertawa!
Rembang, 6 April 2011
by KH.Yahya Cholil Tsaquf
www.ucapantahunbaru.blogspot.com
Jumat, 22 Januari 2010
Jendela Cak Jahlun
Share this
Related Articles :
Arsip Blog
-
▼
2010
(580)
-
▼
Januari
(580)
- Drs. KH. Muhammad Zubaidi Muslich
- Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan
- KH. M. Ma’shum bin Aly
- Habib Salim bin 'Abdullah bin 'Umar asy-Syathiri
- KH. Marzuqi Romli
- TIGABELAS ALASAN KEUTAMAAN BERSHOLAWAT
- “Sang Macan Putih dari Pulau Jawa” (edisi 1)
- KH. Abdul Ghofur Maimoen (Kader NU Mesir Raih Gela...
- KH Masyhudi Hasan Ilmuwan Idealis Itu Adalah Kac...
- KH. Maimun Zubair (Matahari Dari Sarang)
- al-Habib Syekh bin Salim al-Aththas
- Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih Al-Alawy
- Inilah Mimpi-Mimpi Rasulullah Saw Yang Menakjubkan
- SEBAGIAN AMALIYAH DIMALAM NISFU SYA'BAN
- ASWAJA (AHLUSSUNAH WAL JAMAAH)
- AL HABIB ZEIN BIN ‘ALI BIN AHMAD BIN ‘UMAR AL JUFR...
- HABIB ALWI BIN SALIM ALAYDRUS
- KH. Abdul Mukti bin Harun
- KH. Badrus Salam
- KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang
- Habib Sholeh bin Muhammad Mauladdawilah
- BIOGRAFI KH.IMAM FAQIH ASY'ARI DAN SEJARAH BERDIRI...
- KH. MOHAMMAD SAID
- Habib Ahmad Jamal bin Toha Ba'aqil
- Keajaiban-Keajaiban Nabi Muhammad SAW Semasa Kecil
- Alim al-Allamah al-Faqih Syeikh Ismail al Yamani
- Syeikh Abdul Fatah Husein Rawa
- SHEIKH MOHAMMAD KHALIL AL-KHATIB
- MENGENANG SALAH SATU SOSOK ULAMA KHARISMATIK KOTA ...
- Ustadz Taha Suhaimi, Cucu Syeikh Muhammad as-Suhaimi
- Syaikh `Abdullah al-Lahji
- Kyai Soeratmo (Mbah Idris)
- Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr Al-Jufri, Keluhuran ...
- KH. Abdul Fattah Hasyim
- KH. Abdullah Abbas
- KETIKA KYAI SALING NYANTRI
- Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
- SUHRAWARDI AL-MAQTUL: SANG GURU CAHAYA
- AYN AL-QUDAT AL-HAMADZANI
- SEJARAH SHALAWAT BADAR
- ABAH KI QOMARUZZAMAN
- GELAR KELUARGA AL-HASANI
- KH Abdul Wahid Hasyim
- KH. Oesman Mansoer: Dari Mayor Hingga Rektor
- H. Imron Rosyadi SH Diplomat Karir Dari Pesantr...
- Menghadiahkan Bacaan Dzikir Untuk Ahli Kubur
- BETAPA KUASANYA ALLAH SWT (kisah nyata) Satu ger...
- KH. Turaihan Adjhuri Es Syarofi (Guru para Ahli Fa...
- Habib Ali bin Ja'far Alaydrus, Batu Pahat-Malaysia
- GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADRAMAUT
- Syaikh Ahmad AlBadawiy RA. – WaliQutb Al Ghouts
- KH.SYAFI’I HADZAMI (SUMUR YANG TAK PERNAH KERING)
- Terkuaknya ke-wali-an Kyai Hamid Pasuruan dan Ki...
- KISAH AL-HABIB AHMAD AL-MUHDHAR (QUWEREH, YAMAN)
- Merunduk Kala di Puncak Ilmu : Habib Husein bin Ab...
- KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie: Demi Maslahat ...
- Bakiak Kiai Abbas Rontokkan Pesawat-2 Sekutu
- Kasyaf Terbukanya hijab antara seorang Hamba denga...
- Habib Hamid al-Kaaf - Khalifah Syaikh Yaasin
- Komentar Tokoh Dunia tentang : Sayyidina wa Maulan...
- Habib Hamid bin Ja’far Al-Qadri: Membumikan Madras...
- SAYYID THOHIR ALAUDDIN AL JAILANI (Sang Juru Kun...
- AL IMAM AL MUHAQQIQ AL MUDAQQIQ ABUL FAIDH SAYYID ...
- AL HABIB ‘ALWI BIN ‘ABDULLAH AL ‘AYDRUS (Salah Sa...
- PERTEMUAN AGUNG BERTABUR NUR KEBERKAHAN ANTARA A...
- AL HABIB ‘ALI BIN SYECH ABU BAKAR BIN SALIM (PANGE...
- KH. Abdul Manan Muncar Banyuwangi Jawa Timur
- Sekilas Abil 'Abbas Balyan Bin Malkan, Nabi Khidir AS
- AL-IMAN AL-HABIB ‘ALAWI BIN ‘ABDULLAH BIN ‘ AYDARU...
- Sayyid ‘Abdullah bin Shadaqah bin Zaini Dahlan al-...
- HABIB UMAR BIN ISMAIL BIN YAHYA CIREBON
- 10 Sahabat Dijamin Masuk Surga
- Habib Nuh al Haddad, Solo
- Sayyid Isa Alkaff Qathmyr : Annasabah Alawiyyah
- Ringkasan Sejarah 25 Nabi Dan Rasul
- K.H. Sholeh Bahruddin Kalam Pengasuh Pon.Pes. Ngal...
- Download
- Gathering 49
- Al Allamah Al Musnid Al Arif billah Alhabib Abdulq...
- Keluarga Alawiyyin di Hadramaut
- ISTI'LAUL QUDROH
- Asal Usul Sebutan ALAWIYYIN
- KH. Muslim Rifa'I Imampuro
- Syekh Ihsan Jampes
- KH. Mahrus Aly
- Syekh Junaid Al-Baghdadi RA
- MANAQIB MU'ALLIF DALA'IL AL-KHOIROT, AL-SAYYID ABU...
- Biografi KH Mufid Mas'ud Pendiri Pondok Pesantren ...
- Manaqib Al Arif Billah Al A`lim As Sayyid Ahmad Za...
- Al-Habib Sayid Hatim bin Ahmad Al-Ahdal
- Al-Habib Raihan bin Abdillah Al-’Adani
- Al-Habib Husein bin Hadi Al-Hamid Waliyullah Yang ...
- Al-Habib Husein bin Bin Abdurrahman Assaqqaf Sesep...
- Al-Habib Ahmad bin Alwi Bahjadab
- Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff Pe...
- Al-Habib Abubakar bin Ali Shahab Salah Satu Pendir...
- Syekh Samman Sang Pendiri Sammaniyah
- JADWAL PERINGATAN HAUL HABAIB SEJAWA
- Kiai Muhammad Syamsuri bin Dahlan (1906-1988)
- KH Muhammad Dahlan; Pendukung Lahirnya Muslimat NU
-
▼
Januari
(580)