Pelukis berbakat alam ini, bersama Wahab Chasbullah dan Mas Abdul Aziz, adalah trio yang berjasa kepada NU.
Kenapa demikian?
Malam itu Ridwan Abdullah (63 tahun) tertidur nyenyak di pembaringannya. Sebelum tidur, ia telah melaksanakan shalat istikharah, minta petunjuk Allah. Kakek sekian cucu itu terdesak waktu. Hasil karyanya ditunggu untuk dikibarkan di forum muktamar kedua Nahdlatul Ulama (NU) di salah satu hotel di Surabaya dua hari lagi. Padahal, ia telah menyanggupi sejak dua bulan sebelumnya, ketua panitia muktamar, K.H. Wahab Chasbullah, juga telah mengingatkan dirinya. Entah kenapa ilham untuk menciptakan lambang jam & rsquo;iyyah ulama yang baru didirikan oleh Hadhratusy Syaikh K. H. Hasyim Asy’ari tahun lalu itu sulit didapat. Masalahnya, dia juga tidak mau sembarangan. Itu karena jam’iyyah ulama tersebut merupakan organisasi yang menghimpun ahli agama, sehingga lambangnya juga harus mencitrakan keberadaan, kepaduan, kesungguhan, dan citacita yang ingin dicapai. Keinginan yang begitu luhur itu terus didesak waktu.
Ketika malam telah larut dan Ridwan Abdullah terbuai tertidur nyenyak di keheningan malam, dia mimpi melihat gambar di langit biru. Ketika terbangun, jam dinding menunjuk angka dua. Segera diambilnya kertas dan pinsil dan ditorehkannya gambar mimpi itu dalam bentuk sketsa. Akhirnya, coretan itu pun selesai. Pada pagi harinya, sketsa itu disempurnakan lengkap dengan tulisan NU, huruf Arab dan Latin. Hanya dalam waktu satu hari, lambang itu selesai, sempurna wujudnya seperti yang kita kenal sampai hari ini. Maklum, kiai Ridwan memang dikenal sebagai ulama yang punya keahlian melukis. Itulah sebabnya K.H. Wahab Chasbullah menugasinya membuat lambang jam & rsquo; iyyah tersebut. Namun, untuk merepresentasikannya di atsa kain, dia kesulitan mencari bahan yang pas. Saking percaya kepada mimpinya, Ridwan juga berusaha mencari warna yang tepat dengan yang dilihatnya di mimpi. Namun, tidak mudah menemukan warna seperti itu. Beberapa toko kain di Surabaya yang didatangi tidak punya persediaan kain seperti itu.
Akhirnya, di Malang kain itu ditemukan. Itu pun Cuma selembar, berukuran 4 meter x 6 meter. ‘Tak apalah,” pikirnya. Maka, di atas kain warna hijau ukuran 4 x 6 itulah, lambang NU pertama kali ditorehkan oleh pelukisnya, K.H. Ridwan Abdullah. Besoknya, 9 Oktober 1927, lambang itu dipancang di pintu gerbang Hotel Paneleh, Surabaya, tempat berlangsungnya
muktamar NU kedua. Hal itu memang disengaja untuk memancing perhatian warga Surabaya, baik terhadap lambangnya maupun kegiatan muktamar itu sendiri. Maklum, segalanya masih baru bagi masyarakat. Umpan itu mengena. Pejabat yang mewakili pemerintah Hindia Belanda datang dari Jakarta. Saat mengikuti upacara pembukaan, dia dibuat terpana dan penasaran demi melihat lambang tersebut. Dia lantas bertanya kepada Bupati Surabaya yang berdiri di sampingnya. Karena sang Bupati tidak bisa menjawab, pertanyaan itu diteruskan kepada shahibul bait, H. Hasan Gipo. Ternyata yang punya gawe pun sama saja: tak tahu menahu! Dia hanya bisa mengatakan bahwa lambang itu dibuat oleh H. Ridwan Abdullah.
Selanjutnya, dituliskan dalam buku Karisma Ulama, bahwa untuk menjawab tekateki makna lambang NU itu dibentuk mahelis khusus. Beberapa wakil dari pemerintah dan para kiai dilibatkan dalam forum tersebut, termasuk Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Di depan forum tersebut, K.H. Ridwan Abdullah memberikan presentasi untuk pertama kali. Dalam penjelasannya, Kiai Ridwan menguraikan bahwa tali ini melambangkan agama sesuai dengan firman Allah ;Berpeganglah kepada tali Allah, dan jangan bercerai berai ; (Q.s. Ali Imran: 103). Posisi tali yang melingkari bumi melambangkan ukhuwah (persatuan) kaum muslimin seluruh dunia. Untaian tali berjumlah 99 melambangkan asmaul husna. Bintang sembilan melambangkan Wali Sanga. Bintang besar yang berada di tengah bagian atas melambangkan Nabi Muhammad Saw. Empat bintang kecil di samping kiri dan kanan melambangkan Khulafa’ Ar-Rasyidin. Empat bintang kecil di bagian bawah melambangkan madzahibul arba’ah (madzhab yang empat). Walhasil, seluruh peserta majelis sepakat, menerima lambang itu dan membuat rekomendasi agar muktamar kedua memutuskan lambang yang diciptakan oleh Kiai Ridwan tersebut menjadi lambang NU. Kiai Raden Muhammad Adnan, utusan dari Solo, kemudian merumuskan uraian Kiai Ridwan tadi pada acara penutupan muktamar dengan mengatakan:
“Lambang bola dunia berarti lambang persatuan kaum muslimin seluruh dunia, diikat oleh agama Allah, meneruskan perjuangan Wali Sanga yang
sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad dan Khulafa’ Ar-Rasyidin, yang dibingkai dalam kerangka madzhab empat”.
Kelak, 27 tahun kemudian, pada 1954, Kiai Ridwan mengulangi presentasinya itu, namun dalam bentuk utuh. Hal itu terjadi pada muktamar ke-20 NU di Surabaya. Lambang dunia, yang dibikin bulat seperti bola hingga dapat
diputar, diletakkan di medan muktamar, yaitu di depan Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya.
Bakat Alam Kiai Ridwan Abdullah lahir di Kampung Carikan Gang I, Kelurahan Alun-alun Contong, Kecamatan Bubutan, Surabaya, pada tahun 1884. pendidikan dasarnya diperoleh di sekolah Belanda. Agaknya di situlah, dia mendapatkan pengetahuan teknik dasar menggambar dan melukis. Dia tergolong murid yang pintar, sehingga ada orang Belanda yang ingin mengadopsinya. Belum selesai sekolah di situ, orangtuanyan kemudian mengirimnya ke Pesantren Buntet di Cirebon. Ayah Kiai Ridwan, Abdullah, memang berasal dari Cirebon, Ridwan adalah anak bungsu. Dari Buntet, Ridwan masih mengembara mencari ilmu ke Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, dan Pesantren Bangkalan, Madura, asuhan Kiai Cholil. Di Pesantren terakhir itulah, Ridwan menimba ilmu cukup lama dibanding yang di tempat
lain. Sebagai kiai, Ridwan lebih banyak bergerak di dalam kota. Dalam beberapa hal, dia tidak sependapat dengan kiai yang tinggal di pedesaan. Misalnya, sementara kiai di pedesaan mengaharamkan kepiting, ia justru menghalalkan. Ia dapat dikategorikan sebagai kiai inteletual. Pergaulannya dengan tokoh nasionalis seperti Bung Karno, dr. Sutomo, dan
H.O.S Tjokroaminoto cukup erat. Apalagi, tempat tinggal mereka tidak berjauhan dengan rumahnya, di Bubutan Gang IV/20. karena tidak punya pesantren, ia sering megadakan dakwah keliling, terutama pada malam hari, yaitu di kampung Kawatan, Tembok, dan Sawahan. Sebelum NU berdiri, Kiai Ridwan mengajar di Madrasah Nahdlatul Wathan – lembaga pendidikan yang didirikan oleh Kiai Wahab Chasbullah pada tahun 1916 – dan terlibat dalam kelompok diskusi Tashwirul Afkar (1918), dua lembaga yang menjadi embrio lahirnya organisasi NU. Ketika NU sudah diresmikan, ia aktif di Cabang Surabaya dan mewakilinya dalam muktamar ke-13 NU di Menes, Pandeglang, pada tanggal 15 Juni 1938. Dalam kehidupan rumah tangga, Kiai Ridwan menikah dua kali. Pernikahan pertama terjadi pada tahun 1910 dengan Makiyyah. Setelah dikaruniai tiga anak, sang istri meninggal dunia. Yang kedua dengan Siti Aisyah, gadis Bangil, yang dicomblangi oleh sahabatnya, Kiai Wahab Chasbullah.
Kiai Ridwan wafat 1962, pada umur 78 tahun, dimakamkan di Pemakaman Tembok, Surabaya. Kiai Wahab Chasbullah (pendiri NU), K.H. Mas Alwi Abdul Aziz (pencipta nama NU), dan K.H. Ridwan Abdullah (pencipta lambang NU) dikenal sebagai tiga serangkai
NU.
Sumber: Majalah Al-Kisah No. 03-Tahun VI 28 Januari-10 Februari 2008
www.ucapantahunbaru.blogspot.com
Arsip Blog
-
▼
2010
(580)
-
▼
Januari
(580)
- Drs. KH. Muhammad Zubaidi Muslich
- Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan
- KH. M. Ma’shum bin Aly
- Habib Salim bin 'Abdullah bin 'Umar asy-Syathiri
- KH. Marzuqi Romli
- TIGABELAS ALASAN KEUTAMAAN BERSHOLAWAT
- “Sang Macan Putih dari Pulau Jawa” (edisi 1)
- KH. Abdul Ghofur Maimoen (Kader NU Mesir Raih Gela...
- KH Masyhudi Hasan Ilmuwan Idealis Itu Adalah Kac...
- KH. Maimun Zubair (Matahari Dari Sarang)
- al-Habib Syekh bin Salim al-Aththas
- Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih Al-Alawy
- Inilah Mimpi-Mimpi Rasulullah Saw Yang Menakjubkan
- SEBAGIAN AMALIYAH DIMALAM NISFU SYA'BAN
- ASWAJA (AHLUSSUNAH WAL JAMAAH)
- AL HABIB ZEIN BIN ‘ALI BIN AHMAD BIN ‘UMAR AL JUFR...
- HABIB ALWI BIN SALIM ALAYDRUS
- KH. Abdul Mukti bin Harun
- KH. Badrus Salam
- KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang
- Habib Sholeh bin Muhammad Mauladdawilah
- BIOGRAFI KH.IMAM FAQIH ASY'ARI DAN SEJARAH BERDIRI...
- KH. MOHAMMAD SAID
- Habib Ahmad Jamal bin Toha Ba'aqil
- Keajaiban-Keajaiban Nabi Muhammad SAW Semasa Kecil
- Alim al-Allamah al-Faqih Syeikh Ismail al Yamani
- Syeikh Abdul Fatah Husein Rawa
- SHEIKH MOHAMMAD KHALIL AL-KHATIB
- MENGENANG SALAH SATU SOSOK ULAMA KHARISMATIK KOTA ...
- Ustadz Taha Suhaimi, Cucu Syeikh Muhammad as-Suhaimi
- Syaikh `Abdullah al-Lahji
- Kyai Soeratmo (Mbah Idris)
- Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr Al-Jufri, Keluhuran ...
- KH. Abdul Fattah Hasyim
- KH. Abdullah Abbas
- KETIKA KYAI SALING NYANTRI
- Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
- SUHRAWARDI AL-MAQTUL: SANG GURU CAHAYA
- AYN AL-QUDAT AL-HAMADZANI
- SEJARAH SHALAWAT BADAR
- ABAH KI QOMARUZZAMAN
- GELAR KELUARGA AL-HASANI
- KH Abdul Wahid Hasyim
- KH. Oesman Mansoer: Dari Mayor Hingga Rektor
- H. Imron Rosyadi SH Diplomat Karir Dari Pesantr...
- Menghadiahkan Bacaan Dzikir Untuk Ahli Kubur
- BETAPA KUASANYA ALLAH SWT (kisah nyata) Satu ger...
- KH. Turaihan Adjhuri Es Syarofi (Guru para Ahli Fa...
- Habib Ali bin Ja'far Alaydrus, Batu Pahat-Malaysia
- GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADRAMAUT
- Syaikh Ahmad AlBadawiy RA. – WaliQutb Al Ghouts
- KH.SYAFI’I HADZAMI (SUMUR YANG TAK PERNAH KERING)
- Terkuaknya ke-wali-an Kyai Hamid Pasuruan dan Ki...
- KISAH AL-HABIB AHMAD AL-MUHDHAR (QUWEREH, YAMAN)
- Merunduk Kala di Puncak Ilmu : Habib Husein bin Ab...
- KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie: Demi Maslahat ...
- Bakiak Kiai Abbas Rontokkan Pesawat-2 Sekutu
- Kasyaf Terbukanya hijab antara seorang Hamba denga...
- Habib Hamid al-Kaaf - Khalifah Syaikh Yaasin
- Komentar Tokoh Dunia tentang : Sayyidina wa Maulan...
- Habib Hamid bin Ja’far Al-Qadri: Membumikan Madras...
- SAYYID THOHIR ALAUDDIN AL JAILANI (Sang Juru Kun...
- AL IMAM AL MUHAQQIQ AL MUDAQQIQ ABUL FAIDH SAYYID ...
- AL HABIB ‘ALWI BIN ‘ABDULLAH AL ‘AYDRUS (Salah Sa...
- PERTEMUAN AGUNG BERTABUR NUR KEBERKAHAN ANTARA A...
- AL HABIB ‘ALI BIN SYECH ABU BAKAR BIN SALIM (PANGE...
- KH. Abdul Manan Muncar Banyuwangi Jawa Timur
- Sekilas Abil 'Abbas Balyan Bin Malkan, Nabi Khidir AS
- AL-IMAN AL-HABIB ‘ALAWI BIN ‘ABDULLAH BIN ‘ AYDARU...
- Sayyid ‘Abdullah bin Shadaqah bin Zaini Dahlan al-...
- HABIB UMAR BIN ISMAIL BIN YAHYA CIREBON
- 10 Sahabat Dijamin Masuk Surga
- Habib Nuh al Haddad, Solo
- Sayyid Isa Alkaff Qathmyr : Annasabah Alawiyyah
- Ringkasan Sejarah 25 Nabi Dan Rasul
- K.H. Sholeh Bahruddin Kalam Pengasuh Pon.Pes. Ngal...
- Download
- Gathering 49
- Al Allamah Al Musnid Al Arif billah Alhabib Abdulq...
- Keluarga Alawiyyin di Hadramaut
- ISTI'LAUL QUDROH
- Asal Usul Sebutan ALAWIYYIN
- KH. Muslim Rifa'I Imampuro
- Syekh Ihsan Jampes
- KH. Mahrus Aly
- Syekh Junaid Al-Baghdadi RA
- MANAQIB MU'ALLIF DALA'IL AL-KHOIROT, AL-SAYYID ABU...
- Biografi KH Mufid Mas'ud Pendiri Pondok Pesantren ...
- Manaqib Al Arif Billah Al A`lim As Sayyid Ahmad Za...
- Al-Habib Sayid Hatim bin Ahmad Al-Ahdal
- Al-Habib Raihan bin Abdillah Al-’Adani
- Al-Habib Husein bin Hadi Al-Hamid Waliyullah Yang ...
- Al-Habib Husein bin Bin Abdurrahman Assaqqaf Sesep...
- Al-Habib Ahmad bin Alwi Bahjadab
- Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff Pe...
- Al-Habib Abubakar bin Ali Shahab Salah Satu Pendir...
- Syekh Samman Sang Pendiri Sammaniyah
- JADWAL PERINGATAN HAUL HABAIB SEJAWA
- Kiai Muhammad Syamsuri bin Dahlan (1906-1988)
- KH Muhammad Dahlan; Pendukung Lahirnya Muslimat NU
-
▼
Januari
(580)