By Yahya C. Staquf at 21 April 2011 in Article
Telah dikisahkan tentang fenomena mbulet di Rembang yang sungguh absolut. Selain mbulet jenis itu, ada juga mbulet relatif. Yaitu, mbulet dalam hubungan sanak-keluarga atau famili (bahasa Inggris: relatives).
Kiyai Basyuni (mertua Gus Mus, paman saya) berhubungan famili dengan saya (istilah Jawa: kepernah) sebagai kakek buyut dari jalur nenek saya. Beliau menikah dengan Nyai Madliyah, sepupu (misan) ayah saya (dan Gus Mus juga) dari jalur kakek saya (Nyai Mardliyah adalah puteri Kiyai Zuhdi, kakak seayah dari kakek saya). Jadi, Nyai Siti Fatmah yang dinikahi oleh Gus Mus itu kepernah keponakan beliau sendiri (dari jalur Nyai Mardliyah) atau kepernah bibi (dari jalur Kiyai Basyuni). Mengingat prinsip persanakan Jawa bahwa perkawinan itu mengikutsertakan hubungan kepernah, maka Nyai Siti Fatmah yang dari jalur ibunya bisa saya panggil “Mbak” kemudian saya panggil “Bulik” karena menikah dengan paklik saya.
Sementara itu, dalam prinsip persanakan Jawa ini tidak ada aturan jelas, apakah status (kepernah) isteri mengikuti suami atau sebaliknya. Jadi, bisa saja saya memilih memanggil Gus Mus dengan “Mas” walaupun beliau paklik saya (karena mengikutkan statusnya kepada status isterinya). Itu juga kalau saya memandang Nyai Siti Fatmah dari jalur ibunya. Kalau dari jalur ayahnya, berarti saya panggil “Mbah”. Panggilan mana yang lebih afdlol?
Diatas segalanya, mbuletisme ternyata bukan khas Rembang, tapi boleh jadi universal. Penelitian Mahrus Husain, S.Ag. (Serondok Akehgendhenge) menemukan adanya fenomena mbulet di Jombang yang –karena sulit dicarikan terma yang pas maka– disebut saja: “mbuletisme nJombangistik”.
Kiyai Chasbullah (ayahanda Kiyai Abdul Wahab Chasbullah) mempunyai menantu bernama Bisri Syansuri. Kiyai Bisri Syansuri mempunyai menantu bernama Chasbullah. Salah seorang putra kiyai Bisri bernama Aziz. Kiyai Aziz (bin Bisri Syansuri) ini ndilalah punya menantu bernama Aziz juga (bin Masyhuri).
Pada waktu pengantin baru, dua orang Aziz (mertua dan menantu) naik becak bersama. Melihat pemandangan itu, Mbah Aman (Kiyai Amanullah Abdurrochim) langsung mbengok:
“Iku tukang becake jenenge yo Aziz pisan!” (Itu tukang becaknya bernama Aziz juga!)
Sumber :http://teronggosong.com/article/mbultisme-njombangistik
www.ucapantahunbaru.blogspot.com