Jangan terkecoh judul yang kelihatan keren dan sok ilmiah. Ini cuma mengajak ketawa kok…
Pada mulanya, para sesepuh ulama Nahdlatul Ulama mentradisikan ungkapan “wabillaahit taufiiq wal hidaayah” sebagai penutup pidato. Artinya: (semata-mata) dari Allah-lah pertolongan dan petunjuk. Itu ungkapan kerendah-hatian. Pengakuan dari pembicara bahwa ia mampu berpidato semata-mata karena pertolongan Allah, dan kalaupun hadirin tersentuh oleh pidatonya sehingga menjadi manusia yang lebih baik, itu juga semata-mata karena petunjuk Allah.
Ungkapan itu kemudian menjadi teramat populer. Semua orang menggunakannya. Seolah pidato tak dianggap sempurna tanpa ditutup dengan ungkapan itu. Orang-orang Muhammadiyah dan priyayi-priyayi abangan tak ketinggalan membiasakannya.
Kemudian datanglah masa-masa persaingan sengit antara NU dan Muhammadiyah. Yaitu ketika kaum Wahabi Minang semakin berpengaruh di lingkungan Muhammadiyah, bahkan cenderung mendominasi wacana keagamaan didalamnya. Gagasan-gagasan Wahabi dinisbatkan kepada Muhammadiyah, untuk dihantamkan kepada tradisi-tradisi NU. “Perang wacana” pun berlangsung seru. Masih ditambah lagi dengan persaingan politik sejak NU keluar dari Masyumi.
Maka, muncullah gagasan dari Kiyai Ahmad Abdul Hamid rahimahullah, Kendal, untuk merangkai ungkapan baru yang “lebih khas NU”. Beliau menawarkan “Wallaahul Muwaffiq ilaa aqwamith thoriiq”, yang terjemahannya: “Allah-lah Sang Penolong kepada seteguh-teguh tempuhan”. Formula ungkapan ini memang canggih, gabungan antara unsur-unsur makhroj yang lebih sulit bagi lidah awam (qof dan thoo) dan kandungan sejumlah “titik rawan” yang hanya bisa dipahami oleh orang yang mengerti dasar-dasar nahwu-shorof:
Faa tasydiid pada “Muwaffiq”;
Waawu pendek (tanpa mad) pada “aqwamith”;
Mad (bacaan panjang) pada roo, bukan thoo, dari lafadh “thoriiq”.
Formula ini diterima secara luas oleh kiyai-kiyai NU dan segera menjadi ciri khas yang membedakan “pembicara santri NU” dari yang bukan.
Namun, di kemudian hari terjadi dinamika sosial-politik yang signifikan. Kampanye “pribumisasi Islam” yang gencar digaungkan oleh Kiyai Abdurrahman Wahid sejak 1980-an menangguk hasil luar biasa. Kampanye itu menciptakan dorongan kuat bagi kelompok kultural yang semula secara segregatif mengidentifikasikan diri sebagai “golongan abangan” untuk mendekat kepada “kaum santri”. Dan ketika mereka mulai “menggeser afiliasi”, mereka cenderung memilih identitas yang secara kultural lebih dekat, yaitu identitas NU.
Maka datanglah gelombang orang NU baru secara besar-besaran. Hingga 1990-an, yang mapan dalam wacana sosial-politik adalah bahwa warga NU meliputi sekitar 18 % dari populasi Indonesia. Tapi saya memperoleh data hasil survey yang dilakukan oleh sebuah badan rahasia pada 1999 bahwa warga yang peri hidupnya mengadopsi ciri-ciri kultural NU (sholawatan, tahlilan, selamatan, qunut shubuh, taraweh 23 roka’at, dan semacamnya) mencapai tidak kurang dari 63 %. Berdasarkan hasil sesnsus cacah-jiwa tahun itu (l.k. 200 juta), berarti tidak kurang dari 120 juta!
Tidak mengherankan dan tidak perlu prihatin jika pada gilirannya corak ke-NU-an menjadi semakin “awam”.
Keawaman itu tak pelak lagi tampak pula pada cara mereka melafalkan ungkapan penutup pidato. Makin sering kita dengar “pembicara NU” yang kurang hati-hati sehingga yang keluar dari lisan mereka adalah: “Wallaahul Muwaafiq ilaa aqwaamith thooriq”. Kalau diterjemahkan jadinya: “Allah-lah yang cocok kepada kaum-kaumnya orang yang berjalan”.
Saya menduga bahwa pada era 1990-an telah terjadi kesamaan persepsi secara relatif diantara para pemimpin intelektual muslim di Indonesia seperti, Gus Dur, Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, Syafi’i Ma’arif, Emil Salim, dan lain-lain, tentang strategi gerakan Islam dan pembinaan ummat. Pada saat itu tumbuh i’tikad kuat diantara para pemimpin ummat untuk mencairkan ketegangan dan menggulirkan proses rekonsiliasi diantara faksi-faksi gerakan Islam di Indonesia, khususnya diantara dua ormas terbesar, NU dan Muhammadiyah. Saya termasuk yang memperoleh keuntungan besar dari proses itu karena Gus Dur memuji saya habis-habisan di berbagai forum hanya karena yayasan yang saya bentuk bersama sejumlah aktivis mahasiswa di Yogya (Yayasan Cordova, Yogya) menggelar sebuah panel besar “Dialog NU – Muhammadiyah”.
Mencerminkan keinginan rekonsiliasi itu, Gus Dur mengakhiri sebuah ceramah dengan mengulas sejarah ungkapan penutup pidato antara “Wabillaahit taufiiq wal hidaayah” dan “Wallaahul Muwaffiq ilaa aqwamith thoriiq”, kemudian memungkasi ceramahnya sendiri dengan,
“Saya pakai ‘Wallaahu a’lam bish showaab’ sajalah! Wassalaamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh…”
Pada gilirannya, “segregasi” antara dua ungkapan penutup pidato itu pun mencair pula. Para pembicara NU –mungkin juga karena kuatir salah melafalkan “Wallaahul Muwaffiq ilaa aqwamith thoriiq”– mulai hilang keseganannya untuk kembali menggunakan “Wabillaahit taufiiq wal hidaayah”.
Seorang santri –kebetulan namanya Taufiq, dalam suatu kegiatan latihan berpidato menutup pidatonya dengan:
“Wabillaahit Taufiiq wal Hidaayah wal ‘Inaayah wan Ni’mah wal Istiqoomah wal Habiibah was Sriatuuun…”
Dia absen semua santri putri yang cantik-cantik.
www.ucapantahunbaru.blogspot.com
Selasa, 19 Januari 2010
Tinjauan Sejarah Sosial-Politik Atas Ungkapan Penutup Pidato
Share this
Related Articles :
Arsip Blog
-
▼
2010
(580)
-
▼
Januari
(580)
- Drs. KH. Muhammad Zubaidi Muslich
- Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan
- KH. M. Ma’shum bin Aly
- Habib Salim bin 'Abdullah bin 'Umar asy-Syathiri
- KH. Marzuqi Romli
- TIGABELAS ALASAN KEUTAMAAN BERSHOLAWAT
- “Sang Macan Putih dari Pulau Jawa” (edisi 1)
- KH. Abdul Ghofur Maimoen (Kader NU Mesir Raih Gela...
- KH Masyhudi Hasan Ilmuwan Idealis Itu Adalah Kac...
- KH. Maimun Zubair (Matahari Dari Sarang)
- al-Habib Syekh bin Salim al-Aththas
- Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih Al-Alawy
- Inilah Mimpi-Mimpi Rasulullah Saw Yang Menakjubkan
- SEBAGIAN AMALIYAH DIMALAM NISFU SYA'BAN
- ASWAJA (AHLUSSUNAH WAL JAMAAH)
- AL HABIB ZEIN BIN ‘ALI BIN AHMAD BIN ‘UMAR AL JUFR...
- HABIB ALWI BIN SALIM ALAYDRUS
- KH. Abdul Mukti bin Harun
- KH. Badrus Salam
- KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang
- Habib Sholeh bin Muhammad Mauladdawilah
- BIOGRAFI KH.IMAM FAQIH ASY'ARI DAN SEJARAH BERDIRI...
- KH. MOHAMMAD SAID
- Habib Ahmad Jamal bin Toha Ba'aqil
- Keajaiban-Keajaiban Nabi Muhammad SAW Semasa Kecil
- Alim al-Allamah al-Faqih Syeikh Ismail al Yamani
- Syeikh Abdul Fatah Husein Rawa
- SHEIKH MOHAMMAD KHALIL AL-KHATIB
- MENGENANG SALAH SATU SOSOK ULAMA KHARISMATIK KOTA ...
- Ustadz Taha Suhaimi, Cucu Syeikh Muhammad as-Suhaimi
- Syaikh `Abdullah al-Lahji
- Kyai Soeratmo (Mbah Idris)
- Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr Al-Jufri, Keluhuran ...
- KH. Abdul Fattah Hasyim
- KH. Abdullah Abbas
- KETIKA KYAI SALING NYANTRI
- Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
- SUHRAWARDI AL-MAQTUL: SANG GURU CAHAYA
- AYN AL-QUDAT AL-HAMADZANI
- SEJARAH SHALAWAT BADAR
- ABAH KI QOMARUZZAMAN
- GELAR KELUARGA AL-HASANI
- KH Abdul Wahid Hasyim
- KH. Oesman Mansoer: Dari Mayor Hingga Rektor
- H. Imron Rosyadi SH Diplomat Karir Dari Pesantr...
- Menghadiahkan Bacaan Dzikir Untuk Ahli Kubur
- BETAPA KUASANYA ALLAH SWT (kisah nyata) Satu ger...
- KH. Turaihan Adjhuri Es Syarofi (Guru para Ahli Fa...
- Habib Ali bin Ja'far Alaydrus, Batu Pahat-Malaysia
- GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADRAMAUT
- Syaikh Ahmad AlBadawiy RA. – WaliQutb Al Ghouts
- KH.SYAFI’I HADZAMI (SUMUR YANG TAK PERNAH KERING)
- Terkuaknya ke-wali-an Kyai Hamid Pasuruan dan Ki...
- KISAH AL-HABIB AHMAD AL-MUHDHAR (QUWEREH, YAMAN)
- Merunduk Kala di Puncak Ilmu : Habib Husein bin Ab...
- KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie: Demi Maslahat ...
- Bakiak Kiai Abbas Rontokkan Pesawat-2 Sekutu
- Kasyaf Terbukanya hijab antara seorang Hamba denga...
- Habib Hamid al-Kaaf - Khalifah Syaikh Yaasin
- Komentar Tokoh Dunia tentang : Sayyidina wa Maulan...
- Habib Hamid bin Ja’far Al-Qadri: Membumikan Madras...
- SAYYID THOHIR ALAUDDIN AL JAILANI (Sang Juru Kun...
- AL IMAM AL MUHAQQIQ AL MUDAQQIQ ABUL FAIDH SAYYID ...
- AL HABIB ‘ALWI BIN ‘ABDULLAH AL ‘AYDRUS (Salah Sa...
- PERTEMUAN AGUNG BERTABUR NUR KEBERKAHAN ANTARA A...
- AL HABIB ‘ALI BIN SYECH ABU BAKAR BIN SALIM (PANGE...
- KH. Abdul Manan Muncar Banyuwangi Jawa Timur
- Sekilas Abil 'Abbas Balyan Bin Malkan, Nabi Khidir AS
- AL-IMAN AL-HABIB ‘ALAWI BIN ‘ABDULLAH BIN ‘ AYDARU...
- Sayyid ‘Abdullah bin Shadaqah bin Zaini Dahlan al-...
- HABIB UMAR BIN ISMAIL BIN YAHYA CIREBON
- 10 Sahabat Dijamin Masuk Surga
- Habib Nuh al Haddad, Solo
- Sayyid Isa Alkaff Qathmyr : Annasabah Alawiyyah
- Ringkasan Sejarah 25 Nabi Dan Rasul
- K.H. Sholeh Bahruddin Kalam Pengasuh Pon.Pes. Ngal...
- Download
- Gathering 49
- Al Allamah Al Musnid Al Arif billah Alhabib Abdulq...
- Keluarga Alawiyyin di Hadramaut
- ISTI'LAUL QUDROH
- Asal Usul Sebutan ALAWIYYIN
- KH. Muslim Rifa'I Imampuro
- Syekh Ihsan Jampes
- KH. Mahrus Aly
- Syekh Junaid Al-Baghdadi RA
- MANAQIB MU'ALLIF DALA'IL AL-KHOIROT, AL-SAYYID ABU...
- Biografi KH Mufid Mas'ud Pendiri Pondok Pesantren ...
- Manaqib Al Arif Billah Al A`lim As Sayyid Ahmad Za...
- Al-Habib Sayid Hatim bin Ahmad Al-Ahdal
- Al-Habib Raihan bin Abdillah Al-’Adani
- Al-Habib Husein bin Hadi Al-Hamid Waliyullah Yang ...
- Al-Habib Husein bin Bin Abdurrahman Assaqqaf Sesep...
- Al-Habib Ahmad bin Alwi Bahjadab
- Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff Pe...
- Al-Habib Abubakar bin Ali Shahab Salah Satu Pendir...
- Syekh Samman Sang Pendiri Sammaniyah
- JADWAL PERINGATAN HAUL HABAIB SEJAWA
- Kiai Muhammad Syamsuri bin Dahlan (1906-1988)
- KH Muhammad Dahlan; Pendukung Lahirnya Muslimat NU
-
▼
Januari
(580)