“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” (QS al-Isra’ [17]: 1).
Tiga hari lagi umat Islam di seluruh penjuru dunia akan menyambut atau memperingati Isra’ Mi’raj; sebuah peristiwa penting dalam sejarah kenabian dan perkembangan agama Islam. Menurut pendapat yang populer, isra’ mijraj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian atau dua tahun sebelum hijrah. Pendapat ini dikemukakan oleh al-Allamah al-Manshurfuri.
Dalam berbagai literatur sejarah dijelaskan bahwa pada saat Isra’ Mi’raj terjadi disebut dengan ‘am al-huzni atau tahun kesedihan. Disebut dengan tahun kesedihan karena pada tahun ini dua orang yang sangat dicintai Rasulullah Saw, yakni Khajidah dan Abu Thalib. Kedua orang ini merupakan pembela setia Rasulullah Saw dari gangguan kaum musyrik Quraisy.
Pasca meninggalnya dua orang yang dikasihi Rasulullah ini, gangguan terhadap dakwah Islam dan pribadi Rasulullah Saw semakin menjadi-jadi. Hal ini membuat Rasulullah Saw hampir putus asa. Lalu Allah Swt meng-isra’-kan dan me-mi’raj-kan Rasulullah Saw untuk mengobati hati beliau yang gundah gulana.
Peristiwa Isra’ Mi’raj bukan hanya sekadar darmawisata untuk mengobati kesedihan hati Rasulullah Saw dengan melihat-lihat alam semesta saja. Namun perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut mempunyai arti yang mendalam sekali bagi kehidupan Nabi secara pribadi maupun bagi umat manusia seluruhnya.
Isra’ Mi’raj dalam Bingkai Sejarah
Segi kesejarahan Isra dan Mi’raj berkait erat dengan dua tempat suci yaitu Masjid al-haram di Makkah, dan Masjid al-Aqsha di Bait al-Maqdis di Yerussalem (Palestina). Masjidil Haram, baik dalam arti bangunan itu sendiri ataupun dalam arti keseluruhan kompleks Tanah Suci Makkah (sebagaimana banyak dikemukaan oleh para ahli tafsir al-Quran), adalah tempat bertolak Rasulullah Saw dalam menjalani Isra dan Mi’raj. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah Swt berikut:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Men-dengar lagi Maha Melihat,” (QS al-Isra’ [17]: 1).
Makkah, sebagai titik tolak dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj, tersirat makna bahwa Makkah merupakan titik tolak semua ajaran para Nabi dan Rasul, ajaran Tauhid. Selain itu, dalam sebuah ayat dinyatakan bahwa tempat ibadah yang pertama kali dibangun manusia di atas bumi berada di Makkah.
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ber-ibadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia,” (QS ‘Ali Imran [3]: 96).
Setelah bertolak dari Makkah, Rasulullah singgah di Bait al-Maqdis atau Masjid al-Aqsha. Di masjid ini Rasulullah Saw menjadi imam shalat bagi seluruh Nabi dan Rasul. Hal ini melambangkan dan menegaskan bahwa Rasulullah merupakan penutup para Nabi dan Rasul.
Dari Masjid al-Aqsha Rasulullah kemudian melakukan mi’raj ke sidratul Muntaha. Sidratul Muntaha secara harfiah berarti “tumbuhan sidrah yang tak terlampaui”, suatu perlambang batas yang tak ada manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu.
Dalam hadits disebutkan bahwa Sidratul Muntaha dilihat oleh Nabi setelah mencapai langit ke tujuh. Di Sidratul Muntaha ini Nabi Saw melihat wujud Jibril yang sebenarnya.
Shalat dan Perdamian
Puncak dari perjalanan Isra’ Mi’raj adalah diterimanya perintah shalat wajib langsung dari Allah Swt tanpa melalui perantara sebagaimana perintah agama yang lain. Sepintas perintah shalat ini tidak jauh berbeda dengan perintah keagamaan lainnya. Namun jika direnungkan secara secara tepat dan mendalam, shalat mengandung dimensi kemanusian yang yang sangat luas.
Mahmud Muhammad Thaha dalam bukunya “Risalah Shalat” menyatakan bahwa shalat adalah media bagi seseorang guna merealisasikan perdamaian dengan dirinya, untuk selanjutnya menjadi muara bagi hadirnya perdamaian seluruh manusia.
Mahmud Muhammad Thaha mengatakan bahwa shalat merupakan metode yang jika dilakukan dengan khusu’ bisa membuat kita mampu melihat hakikat kedirian kita, bertemu dengan jiwa kita sendiri, hidup berdampingan dengannya, mengenali, dan mewujudkan perdamaian dengannya.
Menurut Thaha, perdamaian tidak akan ada di dunia ini kecuali apabila setiap individu bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Seorang individu tidak akan dapat berdamai dengan diri sendiri kecuali apabila ia dapat berfikir sesuai yang dia kehendaki, berkata sesuai dengan yang ia pikirkan, serta bertindak seperti apa yang ia katakan. Dan kemudian dampak dari tindakannya selalu baik bagi masyarakat.
Seseorang yang dapat mencegah dirinya untuk tidak melakukan kekejian dan kemunkaran adalah orang yang dapat berdamai dengan dirinya sendiri. Karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam diri manusia terdapat dua kecenderungan yakni kecenderungan pada ke-fujur-an (penyimpangan/kesesatan) dan kecenderungan pada kebaikan (takwa).
Maka shalat dalam konteks ini adalah media yang paling efektif dalam mengarahkan seseorang muslim untuk mengalahkan kecenderungan fujurnya hingga ia mampu konsisten pada ketakwaan dan kemudian mencapai kedamaian dengan dirinya kemudian dengan orang lain. Hal ini tentu saja akan menciptakan kehidupan yang harmonis di tengah masyarakat.
Tentu saja bukan perkara yang mudah untuk mencapai hikmah seperti itu, karena tidak jarang kita menyaksikan orang yang shalat namun di saat yang lain ia berbuat kemungkaran. Padahal dalam satu ayat dijelaskan bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Allah Swt berfirman, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS al-‘Ankabut [29]: 45).
Shalat yang tidak berefek pada pencegahan perbuatan maksiat mungkin disebabkan ritme kehidupan manusia dewasa ini yang kian meningkat kecepatannya dengan aneka cara yang kian deras arusnya sehingga pelaksanaan shalat kurang kontemplatif, kurang khusu’, dan kurang tafakkur.
Sebagai sarana komunikasi dengan Allah Swt untuk mencapai derajat ketingkat ketak-waan yang tingi, shalat juga merupakan sarana perekat ikatan sosial. Shalat akan berfungsi sebagai perekat sosial bila dilakukan bersama-sama, yakni berjamaah.
Pertemuan berkala dan rutin saat mengikuti shalat jamaah nicaya akan merekatkan rasa persaudaraan. Selain itu, dengan shalat berjamaah, setiap muslim yang tinggal di satu kawasan akan saling mengenal satu sama lain. Sehingga tidak ada lagi tetangga yang tidak mengenal tetangga lainnya. Wallahu a’lamu bis shawab.
Penulis adalah Rahimi Sabirin, Pemerhati Masalah Sosial-Keagamaan.
www.ucapantahunbaru.blogspot.com
Jumat, 22 Januari 2010
Menjadikan Shalat Sebagai Penggerak Perdamaian
Share this
Related Articles :
Arsip Blog
-
▼
2010
(580)
-
▼
Januari
(580)
- Drs. KH. Muhammad Zubaidi Muslich
- Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan
- KH. M. Ma’shum bin Aly
- Habib Salim bin 'Abdullah bin 'Umar asy-Syathiri
- KH. Marzuqi Romli
- TIGABELAS ALASAN KEUTAMAAN BERSHOLAWAT
- “Sang Macan Putih dari Pulau Jawa” (edisi 1)
- KH. Abdul Ghofur Maimoen (Kader NU Mesir Raih Gela...
- KH Masyhudi Hasan Ilmuwan Idealis Itu Adalah Kac...
- KH. Maimun Zubair (Matahari Dari Sarang)
- al-Habib Syekh bin Salim al-Aththas
- Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih Al-Alawy
- Inilah Mimpi-Mimpi Rasulullah Saw Yang Menakjubkan
- SEBAGIAN AMALIYAH DIMALAM NISFU SYA'BAN
- ASWAJA (AHLUSSUNAH WAL JAMAAH)
- AL HABIB ZEIN BIN ‘ALI BIN AHMAD BIN ‘UMAR AL JUFR...
- HABIB ALWI BIN SALIM ALAYDRUS
- KH. Abdul Mukti bin Harun
- KH. Badrus Salam
- KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang
- Habib Sholeh bin Muhammad Mauladdawilah
- BIOGRAFI KH.IMAM FAQIH ASY'ARI DAN SEJARAH BERDIRI...
- KH. MOHAMMAD SAID
- Habib Ahmad Jamal bin Toha Ba'aqil
- Keajaiban-Keajaiban Nabi Muhammad SAW Semasa Kecil
- Alim al-Allamah al-Faqih Syeikh Ismail al Yamani
- Syeikh Abdul Fatah Husein Rawa
- SHEIKH MOHAMMAD KHALIL AL-KHATIB
- MENGENANG SALAH SATU SOSOK ULAMA KHARISMATIK KOTA ...
- Ustadz Taha Suhaimi, Cucu Syeikh Muhammad as-Suhaimi
- Syaikh `Abdullah al-Lahji
- Kyai Soeratmo (Mbah Idris)
- Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr Al-Jufri, Keluhuran ...
- KH. Abdul Fattah Hasyim
- KH. Abdullah Abbas
- KETIKA KYAI SALING NYANTRI
- Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad
- SUHRAWARDI AL-MAQTUL: SANG GURU CAHAYA
- AYN AL-QUDAT AL-HAMADZANI
- SEJARAH SHALAWAT BADAR
- ABAH KI QOMARUZZAMAN
- GELAR KELUARGA AL-HASANI
- KH Abdul Wahid Hasyim
- KH. Oesman Mansoer: Dari Mayor Hingga Rektor
- H. Imron Rosyadi SH Diplomat Karir Dari Pesantr...
- Menghadiahkan Bacaan Dzikir Untuk Ahli Kubur
- BETAPA KUASANYA ALLAH SWT (kisah nyata) Satu ger...
- KH. Turaihan Adjhuri Es Syarofi (Guru para Ahli Fa...
- Habib Ali bin Ja'far Alaydrus, Batu Pahat-Malaysia
- GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADRAMAUT
- Syaikh Ahmad AlBadawiy RA. – WaliQutb Al Ghouts
- KH.SYAFI’I HADZAMI (SUMUR YANG TAK PERNAH KERING)
- Terkuaknya ke-wali-an Kyai Hamid Pasuruan dan Ki...
- KISAH AL-HABIB AHMAD AL-MUHDHAR (QUWEREH, YAMAN)
- Merunduk Kala di Puncak Ilmu : Habib Husein bin Ab...
- KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie: Demi Maslahat ...
- Bakiak Kiai Abbas Rontokkan Pesawat-2 Sekutu
- Kasyaf Terbukanya hijab antara seorang Hamba denga...
- Habib Hamid al-Kaaf - Khalifah Syaikh Yaasin
- Komentar Tokoh Dunia tentang : Sayyidina wa Maulan...
- Habib Hamid bin Ja’far Al-Qadri: Membumikan Madras...
- SAYYID THOHIR ALAUDDIN AL JAILANI (Sang Juru Kun...
- AL IMAM AL MUHAQQIQ AL MUDAQQIQ ABUL FAIDH SAYYID ...
- AL HABIB ‘ALWI BIN ‘ABDULLAH AL ‘AYDRUS (Salah Sa...
- PERTEMUAN AGUNG BERTABUR NUR KEBERKAHAN ANTARA A...
- AL HABIB ‘ALI BIN SYECH ABU BAKAR BIN SALIM (PANGE...
- KH. Abdul Manan Muncar Banyuwangi Jawa Timur
- Sekilas Abil 'Abbas Balyan Bin Malkan, Nabi Khidir AS
- AL-IMAN AL-HABIB ‘ALAWI BIN ‘ABDULLAH BIN ‘ AYDARU...
- Sayyid ‘Abdullah bin Shadaqah bin Zaini Dahlan al-...
- HABIB UMAR BIN ISMAIL BIN YAHYA CIREBON
- 10 Sahabat Dijamin Masuk Surga
- Habib Nuh al Haddad, Solo
- Sayyid Isa Alkaff Qathmyr : Annasabah Alawiyyah
- Ringkasan Sejarah 25 Nabi Dan Rasul
- K.H. Sholeh Bahruddin Kalam Pengasuh Pon.Pes. Ngal...
- Download
- Gathering 49
- Al Allamah Al Musnid Al Arif billah Alhabib Abdulq...
- Keluarga Alawiyyin di Hadramaut
- ISTI'LAUL QUDROH
- Asal Usul Sebutan ALAWIYYIN
- KH. Muslim Rifa'I Imampuro
- Syekh Ihsan Jampes
- KH. Mahrus Aly
- Syekh Junaid Al-Baghdadi RA
- MANAQIB MU'ALLIF DALA'IL AL-KHOIROT, AL-SAYYID ABU...
- Biografi KH Mufid Mas'ud Pendiri Pondok Pesantren ...
- Manaqib Al Arif Billah Al A`lim As Sayyid Ahmad Za...
- Al-Habib Sayid Hatim bin Ahmad Al-Ahdal
- Al-Habib Raihan bin Abdillah Al-’Adani
- Al-Habib Husein bin Hadi Al-Hamid Waliyullah Yang ...
- Al-Habib Husein bin Bin Abdurrahman Assaqqaf Sesep...
- Al-Habib Ahmad bin Alwi Bahjadab
- Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff Pe...
- Al-Habib Abubakar bin Ali Shahab Salah Satu Pendir...
- Syekh Samman Sang Pendiri Sammaniyah
- JADWAL PERINGATAN HAUL HABAIB SEJAWA
- Kiai Muhammad Syamsuri bin Dahlan (1906-1988)
- KH Muhammad Dahlan; Pendukung Lahirnya Muslimat NU
-
▼
Januari
(580)