Minggu, 24 Januari 2010

Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Nuh DEA

Dari Tanah Sawah ke Ubin Kabinet

Prof. Dr. Ir. H. M. Nuh, adalah orang modern yang lahir di tanah sawah. Sebab, ia memang terlahir sebagai anak seorang petani sederhana. Tapi kini, ia tak lagi bermain lempung untuk sekedar membuat mobil-mobilan atau rumah-rumahan dari rumput gajah yang sering tumbuh liar di pemukiman sawah. Karena kini, ia telah mampu merancang angan dalam rumah kecil bernama komputer.

Sewaktu kecil, Lelaki kelahiran Surabaya 17 Juni 1959 ini, lahir dan dibesarkan di lingkungan religius di kawasan Rungkut Gunung Anyar Surabaya. Sepintas, sosok Dr Nuh sama dengan kebanyakan masyarakat lainnya. Yang lain, hanyalah pada keberaniannya membedol kultur masyarakat Indonesia waktu itu yang masih “anti teknologi”. Dr Nuh hanya ingin membuktikan, bahwa dirinya mampu hidup di “dua alam”, yang dianggap banyak orang tidak bisa disatukan – lantaran frame bahwa teknologi bisa menjauhkan dari urusan ibadah. “Agama Islam itu rasional dan trans rasional. Permasalahannya, banyak guru yang belum mampu mengaitkan fenomena kealaman dengan ke Esa-an Tuhan, atau guru agama yang tidak mau membuka wawasan tentang pentingnya ilmu kealaman,” tandas Dr Nuh.

Perjalanan kariernya di bidang rekayasa teknologi ini, lebih bermula dari keprihatinannya melihat sedikit sekali umat Islam yang sadar akan pentingnya mendalami ilmu kealaman. Dr Nuh melihat, ada proses panjang pemahaman masyarakat secara keseluruhan terhadap pemilahan antara ilmu keagamaan ansich dengan ilmu kealaman. Oleh karena itulah, dirinya bertekad ingin menggabungkan kedua-duanya menjadi suatu keilmuan yang komprehensif dan sempurna. “Ketakutan masyarakat, jika seseorang menguasai ilmu keduniaan akan meninggalkan agama kan tidak terbukti?” kilahnya. “Alangkah bagusnya, kalau kita dapat menguasai ilmu-ilmu kealaman kemudian dikaitkan dengan fenomena ke Esa-an Tuhan. Bukankah hal itu akan semakin menambah keimanan kita?” tandasnya.

Tampaknya, pencipta alternatif alat penyembuhan kanker yang bernama Hyperthemia ini telah banyak belajar dari sejarah Nabi Sulaiman AS. Kala itu, Sang Nabi bersama para tentaranya sedang melewati sebuah lembah yang dihuni para kawanan semut. Bahkan Nabi Sulaiman sempat tersenyum dan tertawa ketika mendengar komentar sang Ratu semut. “Kalau kita tarik terhadap pengetahuan kekinian, seseorang bisa mengenal bahasa binatang itu kan pengetahuan modern yang space dan recognition bagian dari ilmu elektro,” simpulnya.

Oleh karena itu, usai menamatkan sekolahnya di SMAN 9 Surabaya, pria yang masih tercatat sebagai anggota Institute of Electrical and Electronic Engineering ini memutuskan untuk melanjutkan studinya di Teknik Elektro ITS. Setelah menyelesaikan Program Strata Satunya pada tahun 1983, Ayah Rachma Rizqina Mardhotillah ini dipercaya untuk mengajar di almamaternya. Namun, tidak berselang lama, berkat kemampuan otaknya yang cemerlang, M. Nuh mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di Universite Science et Technique du Languedoc Montpellier, Perancis. Gelar Masternya diselesaikan pada tahun 1987, sedangkan gelar Doktornya selesai tahun 1990 di Universitas yang sama.

Kepakaran M. Nuh dalam bidang Control System-Biomedical System Engineering tersebut, kian lengkap setelah pada tanggal 14 Agustus 2004 yang lalu, diangkat sebagai Guru Besar dalam bidangnya di ITS. Mantan Pembantu Direktur III Politeknik Etektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS tahun 1992-1997 itu, kemudian sering diundang ceramah dalam berbagai seminar untuk menjelaskan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai persoalan yang menyelimutinya. Dalam sekelompok budaya, jelas lelaki yang tergabung dengan Technical Committee Member pada kegiatan-kegiatan seminar ilmiah baik nasional maupun internasional itu, ada yang namanya G-Technology (Generik Teknologi). “Maksudnya, siapa pun butuh ini. Atau apa pun bisa digerakkan dengan ini,” tukas M. Nuh. Falsafahnya adalah “Konversi Energi”. Pada abad ini, telah ditemukan mesin baru yaitu komputer sebagai G-Teknologi atau banyak yang menyebut IT (Information Technology), atau disebut juga ICT (Information Communication Technology). “Jadi, barangsiapa yang tidak menguasai G-Teknologi, tentu akan ditinggal laju perkembangan zaman,” tegas mantan Direktur PENS ITS tahun 1997-2003 itu.Di abad 21 yang telah masuk pada Knowledge Based Society yakni masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan ini, M. Nuh selalu menekankan terhadap betapa pentingnya menggunakan dan mempertajam akal. Tanpa itu, masyarakat akan ketinggalan. “Nah, bagaimana kita menerjemahkan kemampuan berpikir dalam keseharian, itulah yang memerlukan ketajaman. Apabila rasio manusia tidak jalan, maka habislah pengetahuan itu,” imbuh Ketua Yayasan Pendidikan Al Islah Surabaya ini menandaskan.

Melihat sosok seorang M. Nuh, dirinya bukanlah tipe ilmuwan yang asyik dengan dirinya sendiri dan ilmu yang digelutinya. Selain rajin meneliti dan menulis, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Jawa Timur ini, ternyata juga dikenal aktif dalam mengabdikan dirinya untuk kepentingan masyarakat. Sekretaris Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya ini, selain dikenal berkepribadian santun dan sederhana, juga mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang pendidik, beliau juga masih sempat memikirkan orang-orang yang lemah dan miskin. Sehingga atas keseriusannya menangani bantuan proyek-proyek dari JICA (Japan International Cooperation Agency), pada tahun 2003 dirinya mendapatkan penghargaan JICA Special Award di ITS. Suatu Penghargaan yang baru pertama diberikan JICA kepada orang Indonesia.

Dengan kemampuan dan kepribadiannya tersebut, tak salah jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat suami drg. Laily Rachmawati ini menjadi Mentri Komunikasi dan Informasi menggantikan Dr Sofyan A Djalil, SH MA. Kini, anak sawah itu telah berdiri di atas ubin Kabinet Indonesia Bersatu. “Wong kulo niki diajak Pak RT bersih-bersih kali mawon purun kok, panjenengan ajak damel noto negoro kok mboten purun, kan nggih mboten bener (Saya diajak Pak RT untuk membersihkan sungai saja mau, Anda (Presiden) yang mengajak untuk menata negara kok tidak mau, itu kan tidak benar),” ujarnya bersahaja saat menanggapi permintaan Presiden waktu itu. Selain itu, ia juga mendapat pesan khusus dari Presiden. “Saya diminta Presiden untuk mengembangkan Teknologi Informasi (IT) di bidang pendidikan, pemerintah (layanan publik) dan bisnis. Sepertinya M. Nuh memang akan lebih memfokuskan bidikannya pada roses pengembangan teknologi informasi dan meluaskan aksesnya. Apalagi ia menyatakan sudah memiliki rancangan pengembangan IT sejak masih menjadi Rektor ITS periode 2003-2006. Meski diminta konsentrasi ke bidang teknologi informasi, tapi dirinya menyatakan tetap akan memperhatikan bidang lainnya seperti masalah penyiaran, pers, dan sebagainya. “Dalam waktu dekat ini, saya akan segera mengembangkan “National Platform” agar masing-masing departemen dapat terintegrasi,” tukasnya mantap. Dedy Kurniawan

www.ucapantahunbaru.blogspot.com